FITRIYANTO
TAK USAH BANYAK TEORI LAKUKAN SAJA
Setelah 3 tahun di Cibitung timbul kesadaran ingin mengubah hidupnya. Kesadaran itu muncul karena ia melihat atasannya yang telah sekian tahun bekerja hanya begitu-begitu saja. Fitri tak mau seperti itu. Tekadnya bulat ingin bangkit dan mengubah nasib. Walhasil, mulai saat itu Fitri giat membaca buku kisah-kisah orang sukses
Terlahir di Purbalingga dan sukses di ibukota. Itulah sosok Fitriyanto, owner PT Vitechindo, Jakarta. Petualangannya di Jakarta dimulai setelah lulus SMA di tahun 1992, ia mengadu nasib ke Jakarta. Sebenarnya saat itu Fitri (demikian dipanggil) mendapat jalur undangan mahasiswa baru di Universitas Muhammadiyah Malang, tetapi karena terbentur soal biaya ia tak bisa memenuhi undangan tersebut, dan akhirnya memutuskan ke Jakarta.
Meski ada family di Jakarta, Fitri memilih hidup mandiri. Ia mengontrak rumah sederhana di pinggir kali Ciliwung selama hampir 2 tahun. Untuk memenuhi kebutuhan hidup Fitri bekerja apa saja, yang penting bisa mendapat penghasilan, begitu konsepnya. Salah satunya Fitri pernah kerja menjadi kuli bangunan selama 4 bulan. Selesai kuli bangunan ia menemukan jalan mendapat kerja yang lebih baik lantaran saat ia mengerjakan bangunan itu pemiliknya seorang manager di PT Nasional Gobel. Di hari terakhir pembangunan, Fitri ditawarkan bekerja di PT Nasional Gobel. Tawaran itu tentu saja disambut suka-cita oleh Fitri. Singkat kata, ia mengikuti tes penerimaan karyawan di PT Nasional Gobel, Alhamdulillah Fitri lulus, lalu kerja kontrak selama 3 bulan, kemudian kontraknya diperpanjang hingga 6 bulan kemudian ia diangkat menjadi karyawan tetap. Lalu 6 berikutnya diangkat menjadi supervisor dan dipindah ke Cibitung. “Waktu itu saham Nasional Gobel dari Jepang jadi namanya bukan Nasional Gobel lagi tapi PGCOM (Panasonic Gobel Electronic Component). Di Cibitung itu sebagai divisi produksi speaker, minicompo. Saya di situ 3 tahun,” tuturnya.
Saat libur kerja di hari Sabtu-Minggu ia mendatangi toko-toko buku, bukan untuk membeli buku tapi membaca buku langsung di toko buku tersebut. “Jadi saya gak beli. Saya baca kemudian saya beri tanda halamannya, saya tinggal sebentar kemudian balik lagi untuk meneruskan membaca. Kalau membaca langsung satu buku saya ndak enak,” kenangnya. Dari beberapa buku biografi orang sukses yang dibaca Fitri memetik pelajaran ternyata orang sukses itu rata-rata berlatarbelakang marketing. Dari situ timbul keinginannya untuk mencoba menjadi sales. Kemudian, ia resign dari kerjaan. Langkah selanjutnya Fitri melamar kerja di PT Dua Tang. Ia diterima sebagai canvas spreading. Nah, disini permasalahan muncul. Ia tak memiliki SIM karena syarat menjadi canvasser harus memilik SIM. Untuk mengurus SIM Jakarta ia tak bisa lantaran KTPnya saat itu masih KTP daerah. Akhirnya Fitri menghubungi familinya yang saat itu kebetulan menjadi Ketua RT di Ciracas, Jakarta Timur. Ia ingin numpang sebagai anggota keluarga familinya supaya bisa membuat KTP Jakarta.
Tapi sang famili tak langsung menyetujui niat Fitri. Alih-alih membantu mengurus KTP Fitri, familinya malah memberi masukan jika Fitri mau hidup di Jakarta ia harus mengurus surat pindah dan bikin KTP Jakarta secara resmi, jangan lewat jalan pintas. Saran itu dipikirkannya hingga 2 hari, sampai akhirnya Fitri bulat memutuskan akan tinggal di Jakarta, hidup mati di Jakarta. Lalu Fitri berkomunikasi dengan orangtua di kampung. Sang ibunda ternyata tak mengijinkan Fitri tinggal di Jakarta, karena Fitri merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara di keluarganya dan satu-satunya anak yang merantau ke Jakarta. Tapi tekad Fitri sudah bulat. Ia berfikir kalau nantinya tak betah di Jakarta ia akan balik lagi ke daerah. Saat itu Fitri hanya minta doa dari ibu agar saya selalu sehat dan sukses di Jakarta. Persoalan pun teratasi dan Fitri diterima bekerja di PT Dua Tang (1995). Namun sayang, ia hanya bertahan 3 bulan, dan kemudian pindah kerja ke perusahaan coklat Silver Queen. “Dari PT Dua Tang saya banyak mendapat pelajaran dan banyak memiliki data konsumen.
Itu yang menjadi bekal saya di perusahaan selanjutnya,” katanya. Di perusahaan Silver Queen ia bekerja selama 1 tahun di bagian marketing juga. Tapi karirnya lumayan meningkat, dari canvasser kemudian meningkat menjadi TO, yakni memeriksa order ke toko-toko. Berikutnya naik lagi memegang divisi untuk supermarket (Ramayana, Hero, Goro). “Saat itu sya masih tinggal di pinggiran Ciliwung dekat pintu air Manggarai. Jadi kalau pintu airnya ditarik, tanahnya akan longsor. Saya dulu pernah mengalami peristiwa itu di jam 2 pagi,” kenangnya.
Satu tahun di Silver Queen, Fitri pindah kerja lagi ke perusahaan coklat juga. Kali ini ia dipercaya memegang order ke pasar-pasar dan ke usaha pembuatan donat home industry. 3 bulan di perusahaan tersebut ia pindah lagi, kali ini ia masuk ke bidang otomotif. Boleh dibilang inilah babak baru dalam hidupnya, karena dari sinilah ia mulai “bermain” otomotif. Berkarir di dunia otomotif. “Kebetulan bos saya itu lulusan S2 dari Jerman seangkatan dengan Pak BJ Habibie. Di situ saya menempa ilmu selama 5 tahun. Itu kimia otomotif (chemical), seperti pembersih untuk tune up, bikin air aki, carburator cleaner. Saya di bagian marketing. Di situ saya ditempa oleh gurunya, diajari dari dasar lagi tentang marketing,” tuturnya. Nah, dalam rangka mereguk ilmu dari sang Bos, Fitri rela di hari libur kerja Sabtu-Minggu tetap meeting dengan bosnya. Ia belajar. Sang Bos juga bilang kalau dirinya nanti keluar dari perusahaannya, jangan jadi marketing lagi, tapi jadilah pengusaha. Ada omongan sang Bos yang diingatnya yakni jangan melihat perusahaannya tapi lihatlaht pribadinya. Ketika hendak menjual produk juallah diri kita dulu, produk nomor dua. Intinya, sebelum melangkah keluar kantor, perbaiki diri kita dulu, penampilannya,
Setelah 5 tahun bekerja Fitri pindah kerja lagi. Masih di dunia otomotif dan pemiliknya juga lulusan S2 Jerman juga. Kemudian, bak kutu loncat, satu tahun berikutnya ia pindah kerja lagi ikut seseorang yang juga lulusan Jerman, dan mengabdi selama 4 tahun sampai 2007. “Yang terahir ini bos saya stay di Jerman, di sini saya yang ngurusin, dari mulai impor sampai ke pasar saya yang urus. Dari situ saya benar-benar mulai dari nol. Sampai akhirnya saya bisa masuk ke ATPM,” ujarnya. Sedikit kilas balik, Fitri mengingat pertama dulu bekerja di bidang otomotif di PT Prima Gandareksa, yang sampai saat ini masih ia ingat dan sangat berterimakasih pada pimpinannya. Karena, di perusahaan itu dirinya benar-benar ditempa. Sampai pernah ada kejadian yang membanggakan sekaligus mengecewakan mantan pimpinannya itu -yang sebenarnya beliau juga bangga-, dimana suatu saat ada tender di ATPM, lalu dirinya bersaing dengan mantan bosnya itu yang mana akhirnya tender itu dimenangkan oleh Fitri. Mantan bosnya itu mengacungkan jempol untuknya karena merasa bangga anak didiknya sukses menerapkan ilmu yang diberikannya dulu..
Menurutnya, semua memang harus ada perjuangan, tak ada kesuksesan tanpa perjuangan, dan baginya perjuangannya justru di lima tahun pertama dulu saat ia pertama mengenal dunia otomotif. Berikutnya, di lima tahun perusahaan terakhir dimana pimpinannya waktu itu hanya sebagai pemodal dan tinggal di Jerman, ia singlefighter mengelola di sini. Tahun 2007 Fitri resign dari kantornya yang terahir, karena ia berfikir sudah cukup mampu untuk berkarya sendiri. Menurutnya, ia sudah lama cukup lama kecimpung di dunia otomotif, dari tahun 1997 hingga 2007. Jadi, ketika resign tinggal melanjutkan saja, karena market sudah terbentuk.
Tahun 2015 petualangan baru dimulai. Saat itu ia melihat kendaraan roda dua mulai memakai sistem injection. Kemudian, bersama seorang rekannya Fitri mencoba membikin sebuah produk injection cleaner dengan brand SR 15, singkatan dari nama anaknya Sahrul Ramadhan yang lahir tanggal 15 Oktober. “Saya bikin yang simpel, karena kalau brand itu gak usah yang susah-susah, gampang diingat,” ujarnya. Sementara nama perusahaannya yakni PT Vitechindo, itu pun dari nama Virsa Teknologi Indonesia, Virsa itu dari Vira Sahrulah. Menurutnya, ia belajar dari orang Cina dan Jepang yang selalu memberi merk dagang dari nama orang atau nama alam. Perusahaannya berdiri tahun 2007. Awalnya ia memakai nama CV Virsa kemudian ketika kerjasama dengan ATPM harus memakai PT, karena CV bersifat seperti home industry, akhirnya ia bikin PT Vitechindo Perkasa (2007) dengan modal awal 25 juta.
Dijelaskan Fitri, PT Vitechindo punya brand antara lain Autofit itu yang bermain di pasar ATPM. Lalu ketika di tahun 2015 ia melihat model injection ia luncurkan lagi brand SR 15. Sementara nama Virsa kini dipakai untuk usaha travel yakni PT Virsa Cita Wisata, membawahi umroh. Selain itu, ia punya lagi PT Mitra Virsa Teknika, usaha bodyrepair kerjasama dengan PT Astra. Ada lagi CV Profit, yang ini supplier. Juga ada Yayasan Al Maidah, bergerak di bidang keagamaan, punya TPA dan TK. Kalau bengkel motornya bernama Virsa. “Tapi, kita sekarang fokus ke SR 15,” ujarnya.
Menurutnya, sejak tahun 2013 para produsen motor sepakat model injection menjadikan peluang baginya menciptakan injection cleaner, dan sekarang yang memegang marketnya adalah SR 15. Teknologi sekarang, jelasnya, motor injection itu jika servis harus menggunakan Injection Cleaner, kalau tidak menggunakan SR 15 namanya pembodohan pada konsumen. Injection tidak bisa disemprot dengan carburator cleaner, harus pakai injection cleaner SR 15. Produk ini sudah formulasinya sudah tepat dan pihaknya selaku produsen SR 15 sudah mendapat sertifikat dari ITS. Fitri yakin produknya bakal booming, karena motor sekarang sudah injection semua.
Saat ini produknya sudah ada SR 15, Autofit IT, Pro Fit 72, SL 99, dimana pihaknya tinggal bermain di masalah harga saja. Kalau kualitas, jelas SR 15 unggul karena produk pertama, dan saatb ini sudah menjadi market leader di produk sejenis. Fitri bangga karena brand SR 15 hasil ciptaannya. “Suda sejak 2007 saya bermain di bidang ini, cuma dulu di mobil BMW dan Mercedes, itu mobil injection. Kita sebagai marketing memang harus tahu seluk beluk semuanya, termasuk tahu dapurnya kompetitor juga. Kalau ibarat perang kita siap tinggal atur strategi aja,” ungapnya.
Visi misi
Disinggung soal visi-misi Fitri menjawab simpel ia ingin mengurangi pengangguran, menciptakan lapangan pekerjaan dan selama bisa berkreasi akan terus berkreasi. Paling tidak, tegasnya, sebaik-baiknya manusia itu yang bisa bermanfaat untuk orang lain. Ia akan terus lakukan sesuatu yang bisa bermanfaat untuk orang lain. Soal profit urusan belakangan. Menurutnya, kalau kita bekerja dengan benar profit akan datang sendiri. Jadi, bekerja itu jangan menghitung profit dulu, artinya kalau mau membuka usaha jangan menghitung untung-ruginya dulu. Ciptakan dulu satu produk yang bermanfaat, jangan belum memulai sudah tanya untungnya berapa. “Yang jelas visi kita bagaimana nantinya Autofit dan SR 15 menyebar di semua bengkel. Sampai bengkel terkecil pun ada produk saya,” harapnya. Soal kompetitor ia melihat kompetitor produknya adalah barang impor. Dan yang namanya produk impor pasti harganya mahal. “Bos saya pernah bilang di Indonesia itu sebenarnya ada bahan dari A, B, dan C, nah saya menggunakan bahan B dan C menghasilkan A. Saya diajarkan begitu. Otomotif memang yang diakui dari Jerman, dan saya masih memakai base-nya dari Jerman, masih impor. Di kita gak ada, bahannya gak ada. Kita cari di toko kimia juga gak ada. Sebenarnya saya juga bisa bikin yang dari bahan dasar lokal, tapi hasilnya gak dahsyat. Bahasanya begitu,” tandasnya.
Nah, karena pesaingnya adalah produk impor, pihaknya bersaing di masalah harga. Soal harga, menurutnya, jauh berbeda. Produk impor harganya Rp 50 ribu, sedang produk perusahaannya cuma Rp 28.000 dengan kualitas yang sudah teruji di bengkel-bengkel. Fitri memang lebih fokus pada produk SR 15. Ia yakin produk ini bakal mendunia, karena kendaraan roda dua sudah injection semua. Sekarang tinggal bagaimana pihaknya mengedukasi mekanik-mekanik, karena kebanyakan mekanika di sini otodidak yang awalnya hanya ikut-ikut menjadi kenek di bengkel. Kalau yang menngajari salah ke bawahnya akan salah juga. Hal itu menjadi tanggungjawabnya untuk mengedukasi. Ke depannya ia akan mengadakan pelatihan mekanika gratis. “Kita sudah pernah lakukan pelatihan untuk SR 15 ke SMK, dan yang sekarang sedang jalan pelatihan di LP Salemba, Jakarta. Hal tersebut merupakan rencananya ke depan. Ia ingin para mekanik mengerti cara melayani kendaraan customer dengan baik dan semestinya, karena sekarang banyak bengkel yang cuma semprot-semprot bersihkan mesin kendaraan.
Menurutnya, pabrik motornya sendiri memang tak pernah menciptakan produk semacam SR 15. Tapi ketika ia menciptakan produk tersebut, piha pabri menerima juga. Karena pabrikan memang mengatur dalam kurun 5 tahun motor injection harus ganti, sedang produknya SR 15 justru memperpanjang umur kendaraan. Dijelaskan Fitri, yang namanya pembakaran pasti meninggalkan residu, sedang lubang injection itu 0,01 micron. Nah, itu yang dibersihkan oleh produknya. Dengan adanya SR 15 mesin motor tertolong dan powernya juga berbeda. “Kita sudah diuji di lembaga resmi sudah lolos dan salah satu merek motor Jepang sudah pakai Autofit di bengkel-bengkel resmi mereka,” tambahnya. Di perusahaannya kini ada 30 karyawan yang dibinanya. Fitri menegaskan, ia membina mereka untuk sukses bersama. Istilahnya kalau mereka bisa membuka bisnis di sebelah bisnisnya Fitri malah senang. Jadi malah bisa bersaing. Orang-orang marketingnya justru distributor produknya. Mereka berkantor di perusahaan Fitri. Tiap s jumat selalu ada meeting, dimulai setelah pengajian rutin jam 8.00-9.00, kemudian dilanjut sholat jumat bersama. Sebagai pimpinan Fitri tak pernah menjaga jarak dengan bawahan. Semua berjalan cair dan familiar. Soal dukungan pemerintah, Fitri melihat pemerintah sangat mendukung usaha seperti bisnisnya. Sepanjang mengikuti aturan pemerintah semua pasti berjalan baik, tak ada kendala. Yang penting ikuti aturan pemerintah pasti tak ada kendala, tegas Fitri.
Sukses yang diraihnya saat ini memang buah kerja kerasnya. Namun, untuk ke depannya iapun tak kaku mewajibkan anak-anaknya menjadi penerus. Menurutnya, siapapun yang mau meneruskan tidak harus keturunannya. Ia menekankan pada anaknya, kalau nanti sang anak lulus kuliah, jangan langsung kerja dengan dirinya. Cari kerja sendiri. Kalau sudah mampu silahkan bergabung di perusahaan sang ayah. “Kalau belum mampu, jangan. Karena saya pelajari, usaha di Indonesia itu biasanya jatuh di generasi kedua. Karena biasanya ketika ayahnya sukses, anaknya belum siap. Anaknya biasanya cuma terbiasa meminta, jiwanya belum siap. Tidak memulai dari bawah,” tuturnya. Menutup pembicaraan Fitri menyampaikan pesan, kalau ingin terjun menjadi entreupeneur selama itu positif lakukan saja. Tak usah mikir, tak usah banyak teori, lakukan saja. Gagal itu biasa, jangan ditakutin. Kalau gagal kita pasti belajar. “Bagi saya, kuliah itu cuma buat wacana, karena kebanyakan lulusan kuliah bekerja tak sesuai dengan jurusan kuliahnya. Saya omong kepada anak, kuliah itu cuma untuk mendapatkan pengakuan selembar ijasah,” ujar pria yang memiliki dua anak, Safira Liviana (19 tahun) dan Sahrul Ramadhan (13 tahun).
Fitri melihat orang-orang sukses itu kebanyakan bukan dari latarbelakang pendidikan tinggi, tapi dari semangat ingin maju, bertanggungjawab dan jujur. “Dan, prinsip orangtua saya memang harus jujur. Jangan malu melakukan apapun asal bukan mencuri. Saya sedniri saat pertama kali merantau tak membawa apa-apa kecuali sarung, peci, dan tasbih. Cuma saya pegang teguh nasehat orangtua soal kejujuran,” ungkap pria yang menikahi gadis Betawi bernama Lihardiana di tahun 1998 ini.[] (baguspram)