Tag: Akademi Ajun Akuntan

Moh Ilham Soeroer, SE, MM

DIREKTUR UTAMA  PT BANK SULTENG  

(Sang Direktur yang Datang Paling Pagi, Pulang Paling Belakang)

 

Moh. Ilham Soeroer,SE,MM dilahirkan di kota Pompanua pada tanggal 7 Mei 1955.   Masa kanak-kanaknya dihabiskannya di tanah kelahirannya yang  diisi dengan ikut membantu orangtuanya dengan menjajakan kue jajanan di sekolah, dan mendampingi ayahnya yang ia panggil Abah berjualan di pasar-pasar disekitar kampungnya yang termasuk dalam jadwal sepekan. Menginjak SLP dia belajar di SMEP Negeri kemudian melanjutkan ke SMEA Negeri di Sengkang.  Setelah itu ia melanjutkan kuliahnya di Akademi Ajun Akuntan di Makasar dan lulus tahun 1978 setelah tertunda selama dua tahun karena tenggelam dalam kegiatan kemahasiswaan sebagai  Sekretaris Dewan Mahasiswa pada tahun 1976-77 dan Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Dewan & Senat Mahasiswa Se Makassar  yang mengantarnya masuk dalam tahanan bersama-sama sejumlah fungsionaris mahasiswa kala itu karena tulisannya dalam editorial bulletin mahasiswa “KREASI” yang diterbitkan oleh Dewan Mahasiswa tempatnya kuliahMerasa kurang akan ilmunya ia melanjutkan kuliah di IKIP Makassar yang hanya sempat dijalani satu tahun, karena Ayahnya memasuki masa  pensiun sehingga ia banting setir masuk ke Akademi Ajun Akuntan untuk kuliah pada sore harinya dan pada pagi harinya ia gunakan untuk bekerja serabutan untuk menutupi biaya kuliahnya. Karena tantangan yang dihadapinya mendorong seorang Ilham Soeroer lebih tekun belajar sambil bekerja bahkan sempat menjadi asisten dosen. Dan hal itu pula yang mengantarnya memperoleh bea siswa dari Dep.Pendidikan RI.dua tahun berturut-turut dengan peringkat akademis no.2 se Kopertis Wilayah VII kala itu. Beberapa tahun kemudian, ia melanjutkan kuliahnya di Universitas Terbuka dan memasuki Fakulktas Ekonomi di Jakarta hingga lulus pada tahun 1991.  Karena tuntutan pekerjaannya dan daya pikir yang terbuka membuatnya meneruskan kuliahnya di Program S-2 pada Universitas Krisna Dwipayana di Jakarta dan lulus pada tahun 2000.

 

PERJALANAN KARIR

Awal karir Moh. Ilham Soeroer dimulai ketika ia menerima beasiswa dari Departemen Pendidikan & Kebudayaan RI melalui  Akademi Ajun Akuntan Ujung Pandang selama tiga tahun berturut-turut hingga Ia dapat selesaikan kuliah. Ia diangkat sebagai Asisten Dosen pada tahun 1975, di Makassar .

Kemudian tahun 1978 setelah menamatkan kuliah di Akademi Ajun Akuntan

Ia diminta untuk mengembangkan HRD  Learning center (Human Resource Development) di pabrik kertas, serta  perpustakaan sebagai pusat informasi pendidikan,  dalam waktu yang bersamaan Ia juga ditugaskan oleh Kopertis setempat   sebagai asisten dosen di salah satu perguruan tinggi negeri di Makassar selain dikampusnya sendiri.

Tahun 1979, setahun setelah Ia menamatkan pendidikan di Akademi Ajun Akuntan Ia melamar pekerjaan di bank Indonesia Jakarta, kemudian diterima dan bertugas  di Bank Indonesia Makassar.

Ketika ditanya mengapa tertarik masuk Bank Indonesia, beliau berujar bahwa ia tertarik masuk Bank Indonesia karena melihat pegawainya rapih, dan disiplin waktu karena menurutnya disiplin dan kerapihan adalah suatu ciri keteraturan hidup dan menjadi  suatu tantangan untuk  belajar disiplin dan bekerja secara  produktif.

Karena kerja keras dan niatnya bekerja produktif mengantarnya dapat melewati beberapa jenjang karir di BI, dari tingkat Pegawai Tata Usaha (PTU), Pengawas Bank Yunior, Pengawas Bank Senior hingga akhirnya menjadi  Deputi Pemimpin BI di daerah.  Dalam perjalanan karirnya beliau mengutamakan produktifitas dan kejujuran dan mencoba selalu memegang prinsip dalam bekerja yaitu membiasakan  kebenaran bukan membenarkan kebiasaan selain kejujuran itu sendiri.

Beberapa pelatihan dan kursus telah membekalinya dengan segudang ilmu yang bermanfaat dalam pekerjaannya. Beberapa kursus dan pelatihan itu diantaranya adalah kursus pejabat dan pemberian kredit program BJJ. Pendidikan Pemeriksa dan Analisa Bank, Kursus Penyegaran Audit Bank, Training For Trainers Tingkat Manajer, Bank Analysis & Examination, pelatihan Dasar Perbankan Syariah,   Pelatihan Change Management dan Training Analisa Ekonomi Daerah serta beberapa kursus dan pelatihan lainnya yang berkaitan dengan perbankan.

MASA PENSIUN SANG KAMPIUN

            Posisi terakhir beliau adalah Deputi Pemimpin kemudian saat memasuki masa pensiun tahun 2010 dan dalam perjalanan separo pensiun, beliau dipanggil oleh Gubernur Sulawesi Tengah untuk memimpin Bank Sulteng.

            Kondisi Bank Sulteng pada saat ketika ia baru masuk adalah dalam kondisi yang paling “bontot” diantara 26 BPD lainnya. Selama 42 tahun berdiri, belum banyak dikenal masyarakat karena ketidak mampuan melakukan transformasi untuk mencapai kemajuan, termasuk untuk mengutamakan pelayanan yang prima. Semuanya dirombak sendiri olehnya, setelah mendapat amanah RUPSLB tanggal 24 Februari 2011 untuk melakukan perubahan struktur organisasi yang disesuaikan dengan arah dan target yang akan dicapai, terutama yang tertuang dalam BPD Regional Champion. Dan hal itu dilakukan tanpa mempekerjakan tenaga ahli karena high cost ditambah lagi belum adanya kesatuan pandang dewan komisaris dan direksi. Beliau banyak belajar dengan cara banyak melihat bagaimana mengelola  bank dari orang lain, dari rekaman pengalaman ketika menjadi auditor bank. Beliau bekerja begitu gigihnya dengan menerapkan prinsip datang paling pagi pulang paling akhir. Kerja kerasnya mulai membuahkan hasil dalam waktu kurang lebih 6 bulan, jumlah dana pihak ketiga yang bersumber dari tabungan menanjak melalui “Gerakan Indonesia Menabung” (yang dipompanya melalui Kantor Cabang Utama, Luwuk dan cabang-cabang lainnya), disamping dana – giro pemerintah daerah.

SEKILAS BPD SULTENG

PT. Bank Sulteng awalnya adalah Bank pembangunan Daerah Sulawesi Tengah dengan surat izin dari Menteri Keuangan Republik Indonesia. No.D.15.6.1.17 tanggal 27 Januari 1970. Setelah kinerja BPD Sulteng semakin membaik, maka berdasarkan PERDA Tingkat I Sulteng, No.2 Tahun 1999 tanggal 30 Maret 1999, telah dilakukan perubahan badan hukum Bank Pembangunan Daerah dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas. Sejak itu, nama BPD Sulawesi Tengah berganti nama menjadi PT. Bank Sulteng.

Maksud dan pendirian PT.Bank Sulteng adalah untuk mendorong pertumbuhan daerah di segala bidang.Disamping itu, kehadiran PT.Bank Sulteng diharapkan mampu berperan sebagai salah satu alat ekonomi di bidang keuangan/perbankan untuk pengelolaan sumber pendapatan asli daerah untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat.

            Langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut antara lain adalah:

–          Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk produk perbankan seperti giro, deposito, tabungan, dan lain-lain; memberikan kredit; memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah; menempatkan dana pada peminjam atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi, maupun dengan wesel, unjuk, cek dan atau sarana lainnya; menerima pembayaran tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan bank antar pihak ketiga; melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PT. Bank Sulteng berkantor pusat di Jalan Sultan Hasanudin No.20 Palu, Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah. Bank ini memiliki pelayanan yang tersebar diseluruh wilayah Provinsi Sulteng, dari ibukota provinsi. Ibu kota kabupaten dan beberapa kota kecamatan. Hingga akhir tahun 2009, jaringan pelayanan bank terdiri atas: 1 kantor pusat, 1 kantor cabang utama, 7 kantor cabang, 5 kantor cabang pembantu, 6 Kantor cabang kas pelayanan 17 Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan 8 kantor payment point pajak.

Pada akhirnya ia berfikir bahwa mengelola suatu bank tidaklah sulit jika ada kemauan dan niat, sehingga pada akhirnya pemikiran dan bank yang dikelolanya dapat diterima oleh masyarakat disana.

Gebrakan awalnya adalah dengan meluncurkan kartu Pegawai negeri sipil elektronik di Palu. Kartu pegawai elektronik itu multi fungsi, seperti untuk transaksi perbankan atau transaksi keuangan seperti layaknya ATM (Anjungan Tunai Mandiri). Ia menargetkan bisa mendapat sebanyak 3.000 penggunaan kartu pegawai negeri sipil elektronik hingga triwulan pertama 2011. Saat ini sebanyak 2000 dari 7.600 PNS di Sulawesi Tengah telah memiliki kartu pengawas elekteronik.Para PNS tetap bisa menggunakan kartu elektronik itu meski sudah pensiun.

Mengingat kondisi BPD pada waktu itu adalah sebagai Bank yang paling akhir atau bontot.Pada akhirnya beliau mengatakan bahwa mengelola suatu bank tidaklah sulit jika ada kemauan dan niat, sehingga pada akhirnya pemikiran dan bank yang dikelolanya dapat diterima oleh masyarakat disana. Beliau mencoba mengatasi human resources development (SDM) nya melalui rebranding. Beliau melakukan rebranding karena dari sudut pandangnya,  masyarakat Sulawesi Tengah ini belum mempunyai kebanggan terhadap bank-nya sendiri.Beliau melihat adanya pemetaan dan terlihat hambatan yang perlu diperbaiki dengan cara di-rebrain. Program rebranding masyarakat tidak dapat dikerjakan sendiri sehingga ia mengajak pengelola untuk melakukan brain storming untuk mengerjakan proyek rebranding ini. Seluruh pegawai di brain storming dimulai dari dewan direksinya, sehingga ia dapat melihat siapa saja yang setuju akan transformasi terhadap banknya. Ia melihat siapa saja yang tidak sependapat akan menjadi bahan pemikiran sedangkan yang setuju diikutkan pada program rebranding, Oleh karena itu, ketika beliau masuk untuk mengelola Bank Suteng ia tidak bilang bahwa beliaulah yang membangun tetapi hanya mendinamisasikan potensi dan energi sehingga bank itu dapat bergerak lebih dinamis dan lebih cepat.

 

Pemikiran dan Harapan

Menurut Beliau, perbankan yang baik bukan dari jumlah banknya tetapi kantor pelayanannya. Seperti bank daerah sudah saatnya ada holding. Di daerah seperti  Semarang/Pati jarang terdapat bank umum yang ada bank daerah atau BPR.Hal itu bergantung pada penerimaan daerah. Dan bergantung ada orientasi perusahaannya (corporate oriented).

Berkaitan dengan harapannya, menurutnya generasi muda saat ini belum memiliki self-confidence (kepercayaan diri) pada apa yang dikerjakan. Lain halnya dengan orang Jepang jika melakukan sesuatu maka mereka  tekuni seumur hidup. Belum ada komitmen dan loyalitas yang tinggi. Maka, Ilham Soeroer berkesimpulan penting adanya motivasi dari diri sendiri sekaligus menjadi “role model” diiringi pembinaan. Ia melihat pegawai harus memiliki keyakinan  apa yang dikerjakan sehingga menjadi total dalam berfikir, mengerjakan dengan sungguh-sungguh dan berdo’a dalam menjalankan apapun. Kekurangan dalam diri sendirilah yang membuat kita harusnya lebih termotivasi. Jadi, kekurangan bukanlah menjadi suatu hambatan melainkan tantangan. Dengan adanya kekurangan atau hambatan akan membuat kita bisa berfikir bagaimana cara mengatasi kekurangan atau hambatan tersebut dan tidak pernah merasa takut terhadap sesuatu atau pekerjaan yang baru. Nantinya semua bisa teratasi dengan baik .

            Jika masuk ke sesuatu yang baru pastilah ada masalah atau konflik seperti halnya yang dialami pria kelahiran Pompanua ini. Beliau hanya mempunyai dua pilihan di depan mata saat menapaki karirnya setelah mendapat promosi Deputi Pemimpin, yaitu masuk ke Papua atau ke Palu, Beliau lebih memilih Palu dengan pertimbangan bahwa daerah Palu selain dekat dengan domisili leluhur kakeknya di Morowali, juga dinilainya Palu merupakan kota yang memiliki potensi sumber daya alam namun terbatas sumber daya manusia yang terlatih. Hal itulah yang mendorongnya untuk berperan aktif setelah terpilih sebagai Ketua I ISEI yang membidangi Pengembangan Ekonomi Regional,  Lembaga keuangan  dan Investasi daerah. Dalam suatu kesempatan kordinasi tripartite, Ia bersama-sama ISEI yang sebagiannya adalah akademisi menggagas sekaligus men”drive” diadakan “SULTENG EXPO” yang menjadi ajang promosi dengan mengajak instansi teknis terkait untuk bersinergi mewujudkan event tersebut. Pada awalnya mendapat tantangan karena selama itu promosi lebih cenderung dilaksanakan di Jakarta, sehingga Palu khususnya atau Sulawesi Tengah umumnya kurang banyak dikenal masyarakat luas dan lebih dikenalnya sebagai daerah konflik (Poso, red). Setelah melalui diskusi terbuka, akhirnya terselenggara Sulteng Expo pada tahun 2006 yang dirangkai dengan Seminar Nasional Indonesia Forum dan pelantikan Pengurus ISEI Sulawesi Tengah,  dengan menghadirkan Gubernur Bank Indonesia – Burhanuddin Abdullah. Kehadiran Gubernur Bank Indonesia saat itu selain memecah kesepian Palu dari kunjungan seorang Gubernur BI dalam rentang waktu 28 tahun,  sekaligus upaya meyakinkan kepada masyarakat luas bahwa Palu atau pun Sulawesi Tengah sudah kondisi “aman”.   Dalam menjalani hari-harinya di Bank Indonesia Palu sebelum masuk ke Bank Sulteng beliau bukanlah tipe orang yang suka berkonflik melainkan tipe pekerja yang tangguh menghadapi segala rintangan dan  ulet sehingga tak heran Ia dapat lalui selama tidak kurang dari 5 tahun di bumi Tadulako yang memberinya banyak inspirasi dan kreasi.

Menyinggung peran pemerintah untuk lembaga seperti BPD, berkat adanya dukungan dari pemerintah daerah melalui Gubernur Sulawesi Tengah (saat itu Bapak HB Paliudju) yang begitu besar sehingga Bank Sulteng dapat keluar dari bank yang tergolong akan menjadi BPR jika tidak dapat memenuhi modal  disetor Rp 100 milyar pada tahun 2007. Harapannya, adalah bagaimana upaya Pengurus Bank  Sulteng berupaya agar  tidak saja dapat di terima di kalangan masyarakat regional Sulteng saja tetapi Bank Sulteng dapat dikenal dan diterima nasional secara luas. Hal itu kemudian, Ia memasuki advetorial – beriklan melalui salahsatu koran nasional yang dikenal banyak dan luas dikalangan investor dan pebisnis. Sayangnya dikalangan Pengurus kok malah dianggap pemborosan, lha marketing kok.  Menurut Ayah 4 orang putra/putri ini, hal yang dapat dilakukan karyawan antara lain, ketika BPD setback, Ia tetap memberikan motivasi kepada pegawai tentang penerapan transformasi yang dilakukan guna mengejar ketertinggalan Bank Sulteng. Bagaimana bisa menghasilkan sesuatu yang banyak dan meluas sehingga dapat dikenal banyak orang, karena mengubah budaya kerja seadanya yg melekat selama  42 tahun bukanlah perkara yang mudah.

Ketika disinggung mengenai kebudayaan di Sulawesi Tengah yang mempengaruhi operasional suatu BPD, Beliau tidak menjelaskan lebih gamblang karena menjaga untuk tidak disalahtafsirkan seperti SARA. Beliau lebih suka menyerahkannya pada masyarakat. Masyarakat saja yang berhak menilainya. Berkat kerja kerasnya yang tak mengenal lelah, dalam kurun waktu 1 tahun beliau sudah bisa mengubah pola pikir internal maupun kebudayaan masyarakat untuk gemar menabung melalui sosialisasi “Gerakan Indonesia Menabung” ke pelosok. Antara lain masyarakat lebih mengenal budaya menabung, kebiasaan yang sifatnya konsumtif menjadi yang produktif, serta merasa bangga mempunyai bank sendiri. Beliau berusaha memberikan panutan dan tidak meremehkan orang-orang di sekitarnya sehingga bisa membawa pembaharuan karena banyak pegawai yang puluhan  tahun bekerja namun belum pernah diberi pelatihan ataupun pendidikan.

            Dalam program pengembangan bank ini tidak ada kepentingan pribadi melainkan lebih dititikberatkan untuk kepentingan Bank Sulteng semata.

 

Ilham Soeroer di mata Keluarga

 

Akan halnya harapan Ia terhadap anak-anaknya, Ia selalu menekankan anak-anaknya agar bersungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan dan mencintai pekerjaan yang digeluti. Kedisiplinan yang didapat dari kakek dan Ayah-Bundanya juga ditularkan pada keempat orang putranya, walau belum ada yang mengikuti jejaknya bekerja di Bank ataupun masuk di Bank Indonesia. Dengan kita mencintai pekerjaan, maka pekerjaan juga akan mencintai kita, tandas pria yang memiliki saudara sebanyak 9 orang yang hidup dari 12 orang yang dilahirkan ibundanya, yang semuanya menyebar di seluruh Indonesia ini menutup pembicaraan.