Tag: Jawa Barat

Hidayat Wirasuwanda

Hidayat Wirasuwanda
Direktur Utama PT BPR Trisurya Marga Artha Bandung

Menjalankan BPR Dengan Niat yang Baik dan Benar

Semua kegiatan yang dijalankan dengan niat yang baik dan benar, akan memberikan hasil sesuai harapan. Prinsip tersebut bisa dibuktikan dalam pekerjaan apapun, baik dalam dunia usaha, jasa dan lain-lain. Syaratnya, dilakukan dengan semangat yang sama, dikerjakan secara tekun dan konsisten.

Kedua hal tersebut telah dipraktekkan di PT BPR Trisurya Marga Artha, Bandung. Bank perkreditan rakyat yang berdiri sejak 10 April 1994 ini terbukti mampu bertahan di tengah fluktuasi perekonomian Indonesia. BPR semakin maju setelah pada bulan Agustus 2007, terjadi pergantian kepemilikan.

“BPR di-take over oleh keluarga Bapak Iwan Setiawan. Saya yang bergabung sejal Februari 2007 tetap dipertahankan bahkan dipercaya memimpin BPR ini enam bulan kemudian. Apapun yang kita jalankan harus dilandasi dengan niat yang baik dan benar. Nah, dari niat baik dan benar itulah kita berharap mampu menghasilkan yang baik dan benar bagi debitur, owner maupun seluruh staf kami,” kata Hidayat Wirasuwanda, Direktur Utama PT BPR Trisurya Marga Artha Bandung.

Hidayat membuktikan dengan niat yang baik dan benar, BPR dibawah kepemimpinannya mengalami banyak kemajuan. Dari sepuluh orang karyawan, berkembang menjadi 90 orang dan mengelola dana miliaran rupiah. Bahkan, ia sudah berancang-ancang untuk membuka kantor cabang baru, di Bandung maupun daerah lain. Semua di wilayah Jawa Barat karena terbentur aturan Bank Indonesia, bahwa BPR hanya boleh beroperasi dalam satu provinsi saja.

Sikap serupa, lanjut Hidayat, diterapkan dalam melayani customer/pelanggan yang memanfaatkan jasa BPR. Kedatangan mereka, tentu dengan itikad baik yang harus diperlakukan dengan cara yang baik dan benar pula. Hasil akhirnya diharapkan akan menjadi kebaikan dan saling menguntungkan kedua belah pihak. Hubungan baik antara pelanggan dan BPR tersebut terus dibina dan dipertahankan sehingga terjalin secara berkesinambungan.

“Ini tidak bisa kami bina sendiri. Seluruh karyawan mulai marketing, CSO, teller dan bagian kredit melakukannya agar hubungan baik dan personal approach tetap terjalin. Oleh karena itu, kita menjadikan karyawan dan karyawati sebagai suatu asset yang harus kita bina dan pelihara. Untuk itu, saya menyelenggarakan pendidikan dan training-training perbankan sesuai tugas masing-masing. Seperti CSO dengan program dari BI yang sangat terkenal ‘know your customer’ untuk mengenali calon customer,” tuturnya.

Membantu Masyarakat

Menurut Hidayat Wirasuwanda, pengelolaan BPR di seluruh Indonesia berada di bawah pengawasan Bank Indonesia. Otoritas perbankan Indonesia tersebut secara rutin mengadakan pembinaan terhadap operasional BPR. Apalagi, BPR sangat berperan penting dalam menggerakkan perekonomian rakyat karena terkait dengan pengusaha mikro. Yakni, bidang usaha yang tidak tersentuh oleh perbankan umum.

“BI rutin berkunjung selama empat sampai lima hari setiap tahun untuk melakukan pembinaan. Kami memang masih memerlukan pembinaan dan sangat membutuhkan saran-saran. Apa saja yang kurang harus kita perbaiki, baik dari pelayanan maupun hal-hal lainnya. Selain itu, kami juga mengadakan kerjasama pelatihan dengan ahli marketing, ahli akunting, ahli SDM untuk meningkatkan kinerja kami,” katanya.

Hidayat sadar, produk unggulan BPR yang dipimpinnya masih sangat terbatas, yakni tabungan, deposito berjangka dan kredit. Tetapi atas kebijaksanaan BI dan LPS, BPR diizinkan memberikan tingkat bunga lebih tinggi daripada bank umum pada produk tabungan dan deposito. Tujuan dari kebijaksanaan tersebut adalah untuk menarik nasabah sebanyak-banyaknya sehingga dana yang dapat disalurkan untuk kredit memadai.

Selama di Bandung, Hidayat mempelajari dan menganalisa banyaknya masyarakat yang “lari” ke rentenir untuk urusan keuangannya. Mereka lebih memilih meminjam dana dengan bunga mencekik leher sebesar 10-15 persen per bulan. Kemudahan syarat yang tidak berbelit-belit membuat masyarakat lebih senang berurusan dengan rentenir daripada BPR atau bank.

Ia berharap, dengan semakin berkembangnya unit BPR di Bandung maupun di Indonesia, praktek rentenir bisa ditekan. Karena terbukti, dengan bunga yang sangat tinggi tersebut bukan membantu perekonomian tetapi justru menghancurkan ekonomi rakyat. “Rentenir masih eksis di kota Bandung dan daerah lainnya. Saya berharap BPR mampu mengurangi kredit dengan bunga mencekik seperti itu,” harapnya.

Dengan kondisi perekonomian rakyat seperti itu, Hidayat melihat prospek BPR ke depan masih sangat cemerlang. Apalagi dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat, potensi BPR untuk berkembang sangat luas. Hanya saja, kendala yang dihadapi saat ini adalah kerancuan “porsi” antara pangsa pasar BPR dan bank umum akibat tidak adanya peraturan yang jelas.

Dengan adanya otonomi daerah, Hidayat berharap agar pemerintah daerah mampu mendorong usulan kepada Bank Indonesia mengenai hal tersebut. Setidaknya, dengan semangat otonomi pemda mampu “menekan” BI untuk menerbitkan regulasi yang mengatur porsi dan ruang gerak yang jelas antara BPR dan bank konvensional. Demikain pula usulan kepada pihak BI agar lebih mempermudah izin pembukaan cabang-cabang baru bagi BPR.

“Jangan sampai bank umum memakan porsi BPR atau bank-bank besar bermain di sektor yang menjadi lahan kami. Pokoknya dalam hal ini sangat diperlukan aturan yang jelas. Selain itu, kami juga ingin mendapatkan kemudahan dalam pembukaan cabang BPR. Karena dengan banyaknya cabang, masyarakat kecil akan lebih mudah menjangkau layanan BPR dan mereka akan terbantu,” tuturnya.

Pendirian BPR, kisah Hidayat, harus mengikuti syarat yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia. Untuk kota Bandung, syarat minimal adalah modal disetor minimal Rp2 miliar dengan rekening di salah satu bank umum. Syarat kedua yang harus dipenuhi adalah memiliki tempat usaha atau gedung, SDM dan teknologi IT yang memadai. Dengan memenuhi syarat-syarat tersebut, sebuah BPR baru boleh beroperasi setelah ada izin dari BI setempat dan memberikan layanan kepada masyarakat.

“Saya tetap berharap, pembinaan BI kepada BPR masih terus berlangsung. Saya juga berdoa, mudah-mudahan perizinan bagi pembukaan BPR di daerah semakin mudah. Pemda juga memberikan kemudahan dalam perizinan seperti Surat izin tempat usaha. Karena perlu diingat bahwa kehadiran kami adalah untuk membantu Pemda dalam membina masyarakat kecil, pedagang kecil dan lain-lain. Untuk itu, kami akan membuka cabang baik di kota Bandung maupun kota lain di Jawa Barat. Itu obsesi saya,” ujarnya.

Karier Perbankan

Hidayat Wirasuwanda, lahir di Cianjur, 8 September 1951. Sarjana muda pendidikan IKIP Bandung tahun 1974 ini sejak semula sudah berkarier di dunia perbankan. Dua tahun setelah menyelesaikan pendidikannya, ia langsung bekerja di Bank BCA cabang Bandung. Di bank swasta terbesar di Indonesia itu ia menghabiskan kariernya sampai memasuki masa pensiun pada tahun 2006.

“Saya bekerja di Bank Swasta di Bandung, sejak Juli 1976, sebagai karyawan biasa. Di situ saya menjalani berbagai macam karier mulai karyawan bagian kredit dan bagian umum personalia. Kemudian saya di bagian ekspor impor antara tahun 1982 – 1991. Dari tahun 1992 – 2001 saya dipercaya sebagai Pemimpin Cabang Pembantu, tahun 2001-2006 saya dipercaya sebagai Kepala Operasional Cabang Cianjur sampai pensiun,” tuturnya.

Setelah pensiun, Hidayat tidak langsung berhenti berkarya. Usianya yang “baru” 55 tahun masih memungkinkan untuk bekerja dengan tantangan baru. Ia kembali ke Bandung dan menerima ajakan untuk bergabung dengan rekan dan keluarga Bapak Iwan Setiawan mengelola sebuah bank perkreditan rakyat pada tahun 2007. Justru di BPR inilah, ia mencapai puncak karier di dunia perbankan. Ia ditunjuk sebagai direktur utama setelah mengikuti pendidikan, yaitu kursus Direktur BPR yang diselenggarakan Lembaga Sertifikasi Profesi Lembaga Keuangan Mikro – CERTIF Jakarta pada bulan Agustus 2007.

“Setelah lulus, saya harus mengikuti fit and proper test di Bank Indonesia Bandung. Yakni untuk menguji kelayakan saya memimpin BPR sebagai direktur,  dan Alhamdulilah saya lolos dan terhitung Agustus 2007 resmi menjabat sebagai Direktur Utama PT BPR Trisurya Marga Artha Bandung. Itulah jenjang karier yang harus saya lewati dari karyawan menjadi direktur. Meskipun lembaganya kecil, tetapi secara professional jabatan direktur utama bagi saya sudah sangat hebat,” katanya.

Pengalaman selama puluhan tahun berkarier di perbankan, membuat Hidayat menguasai betul seluk beluk mengelola bank. Apalagi selama bertugas, ia menjalani berbagai pendidikan dan pelatihan yang menunjang profesi. Pendidikan dan pelatihan yang pernah dijalaninya antara lain, Kursus Impor dan Ekspor LPPI Jakarta, Kursus Pemimpin Cabang LPPI Jakarta, Kursus Advance Banking Managemen Program BNI 1946 Jakarta dan Kursus Direktur BPR LSP Lembaga Keuangan Mikro – CERTIF Jakarta.

Seluruh pencapain yang berhasil dilakukan Hidayat, tidak terlepas dari dukungan keluarga. Istri beserta satu orang anaknya tidak keberatan suami dan ayahnya pulang larut karena kesibukan pekerjaan. Apalagi, Hidayat sendiri tidak pernah “itung-itungan” dalam bekerja sehingga jam kerjanya pun menjadi semakin panjang.

“Keluarga terbiasa dengan aktivitas saya sebagai pekerja, sehingga mereka tetap mendukung, baik saat bekerja di bank swasta maupun di sini. Anak diberikan kebebasan untuk berkarier sesuai keinginannya. Saya persilakan untuk bekerja sesuai dengan bakat dan talenta yang dimiliki tidak harus mengikuti jejak orang tua,” tandasnya.

Kepada anaknya Hidayat hanya menekankan pentingnya untuk melakukan persiapan dalam menyongsong masa depan masing-masing. Setidaknya, penguasaan dan ilmu pengetahuan terhadap pekerjaan yang diinginkan harus dimiliki. Selain itu, semangat untuk terus belajar harus dipelihara karena belajar merupakan kewajiban seumur hidup bagi setiap manusia. Pada era sekarang ini, belajar bisa dilakukan melalui media apapun, baik dengan kursus, seminar maupun membaca buku.

“Hal itu juga harus dilakukan oleh generasi muda kita. Karena menuntut ilmu itu tidak akan ada habisnya, bahkan sampai ke negeri China selama kita mampu. Mereka harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya menjadi apapun sekarang ini. Siapa tahu kita diberikan kepercayaan untuk memimpin suatu usaha atau bahkan memiliki usaha sendiri yang lebih besar,” ungkapnya.

Hidayat juga berpesan, bahwa dalam bekerja harus dianggap sebagai ibadah. Karena berangkat dari niat ibadah, pekerjaan akan dilakukan dengan perasaan tulus dan ikhlas. Dari situ, tinggal berharap bahwa berkarya dengan cara dan niat yang benar hasilnya pun akan benar pula. “Kita harus berpikir positif dan bertindak secara positif pula. Selain itu, kita harus selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT atas segala rahmat yang telah diberikan,” ujarnya.

Sekilas Profil PT BPR Trisurya Marga Artha Bandung

PT BPR Trisurya Marga Artha adalah perusahaan yang bergerak di bidang Bank Perkreditan Rakyat, khususnya pembiayaan/kredit mikro bagi masyarakat. Berdiri pada tanggal 10 April 1994, produk-produk yang ada yaitu: Tabungan, Deposito Berjangka dan Kredit. Kredit yang disalurkan pada investasi, modal kerja dan konsumsi. PT BPR Trisurya Marga Artha memiliki visi “Menjadi Bank Perkreditan Rakyat yang terkemuka di bidang pembiayaan mikro dengan pelayanan terbaik”.

PT BPR Trisurya Marga Artha berharap kehadirannya dapat terus memberikan kontribusi positif di tanah air bagi pengembangan usaha mikro, oleh sebab itu akan membuka beberapa kantor cabang di Bandung dan kota-kota lainnya di Jawa Barat dengan menyediakan produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, memberikan pelayanan secara cepat, tepat dan akurat bagi para nasabahnya. Serta dapat meningkatkan nilai investasi bagi para pemegang saham dan meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh karyawan/karyawati dan jajaran pengurus.

Visi
“Menjadi BPR yang terkemuka di bidang pembiayaan mikro dengan pelayanan yang terbaik”

Misi
Mendukung pengembangan usaha mikro
Menyediakan produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Memberikan pelayanan yang cepat, benar dan akurat kepada nasabah
Meningkatkan nilai investasi bagi para pemegang saham dan kesejahteraan bagi seluruh pengurus, karyawan dan karyawati

Profil nasabah PT BPR Trisurya Marga Artha

Pertanian/Peternakan:
Tani padi
Tani sayur
Tani jamur
Ternak jangkrik
Ternak bebek
Ternak ayam
Ternak sapi
Ternak kambing
Ternak kelinci

Perdagangan:
Warung kelontongan
Warung nasi
Warung sembako
Jual bubur
Jual sayur
Jual ayam potong
Jual ayam goreng
Jual hasil bumi
Jual koran/majalah
Jual beli alat elektronik
Jual beli barang bekas
Jual beli motor/mobil
Jual beli pakaian
Jual beli handphone
Jual beli kain
Jual aksesoris
Kreditan barang
Jual alat-alat kesehatan
Jual jamu
Jual ATK
Jual buah-buahan

Jasa:
Bengkel mobil
Bengkel motor
Bengkel las
Bengkel bubut
Service barang elektronik
Salon
Rias pengantin
Laundry
Tambal ban
Makloon
Kontraktor
Kost-kostan
Klinik gigi
Klinik umum
Kamasan
Warnet
Rental PS
Rental komputer
Jahit
Loper koran
Paket lebaran
Fotocopy

Industri:
Pembuatan sepatu/tas/topi/dan lain-lain
Pembuatan makanan ringan
Pembuatan meubeul
Pembuatan kue
Pembuatan telor asin
Konveksi jaket/border baju/pakaian jadi
Pembuatan sangkar burung
Percetakan
Pembuatan tahu

Drs. H Wirsad Yunuswoyo, M.Pd

No Comments

Drs. H Wirsad Yunuswoyo, M.Pd
Kepala Sekolah SMAN 4 Cirebon
Kerja Keras dan Tujuan Yang Jelas Mengangkatnya Berprestasi
Berangkat dari menjadi guru di SMP Negeri 3 Cirebon, Jawa Barat, pada tahun 1978, Drs. Haji Wirsad Yuniuswoyo, M.Pd, yang pegawai negeri sipil dan  kepala sekolah SMAN 4 Cirebon ini mengaku  kalau karier pendidikan gurunya selalu berpindah-pindah sekolah. Sebab satu tahun kemudian tepatnya 1979, guru bidang study matematika ini berpindah kembali ke SMP Negeri 4 Cirebon. “Di SMPN 4 inilah, masa pengabdian saya cukup panjang, “ungkapnya.
Sebab pada tahun 1990, barulah ia berpindah sekolah lagi, atau tepatnya ke SMAN 3 Cirebon. Namun sebelumnya, kata Wirsad, pada tahun 1987,  ia sempat masuk menjadi guru inti PKG (Pemantapan Kerja Guru) sebagai guru inti di bidang  mata pelajaran matematika selama 3 tahun. Bapak tiga anak ini mengaku perjalanannya cukup panjang untuk sampai ke jabatan kepala sekolah.
Program pemantapan kerja guru ini merupakan hasil kerjasama dengan world bank. Hasilnya cukup baik, dan banyak dijadikan model pelatihan oleh guru lingkungan sekolah. Selain itu  PKG juga telah sedikit mengubah paradigma tentang ketakutan siswa pada bidang study matematika, “Artinya ketakutan yang berlebihan itu bisa kita atasi, jadi kalau ada siswa yang nilai matematikanya buruk, itu karena mereka tidak memahami dan mengerti, termasuk kurangnya latihan,“ paparnya.
Menurutnya, berbagai pengalaman yang telah ditimbanya, mulai dari guru teladan Tingkat Jawa Barat, pada tahun 1997 hingga kepada organisasi  persaudaraan haji, sebelum kemudian menjadi kepala sekolah berprestasi di tahun 2007. “Pada tahun 1993 hingga 1996, saya pernah mengabdi menjadi guru di SMAN 6 Cirebon, yang dahulu adalah Sekolah Guru Olahraga (SGO),“ katanya. Bahkan di tahun yang sama, ia sempat mengikuti RECSAM (Regional Education Course Science An Mathematic) di Malaysia selama 6 bulan kemudian menjadi instruktur PKG matematika se-Jawa Barat.
“Sebelum Propinsi Banten meminta memisahkan diri untuk menjadi Propinsi baru dari propinsi Jawa Barat, saya sering mengadakan perjalanan (study banding dan pembinaan kepada guru-guru Matematika) ke daerah tersebut, “ungkapnya. Bukan hanya Serang, Pandeglang, tapi juga hingga ke daerah Lebak dan Cibakung.
Memang pengalaman panjang telah membuatnya banyak menorehkan prestasi akademik. Namun bukan Wirsad, kalau tidak bisa membawa sekolah yang dipimpinnya maju dan berkembang. Dengan bekal berpindah-pindah sekolah, dan pengalaman mengikuti training serta pendidikan leadership, lambat laun bapak yang beristrikan hajjah Yanthi Sri Iryanti ini pun semakin matang. Tak heran, jika ia pun menyelesaikan kembali sekolahnya di program pascasarjana/M.Pd.
Sarjana pertamanya ia selesaikan S1 bidang Matematika. Wajar saja bapak dua putra dan satu putri ini mengenyam banyak bidang prestasi, karena pada tahun 1993 hingga 1998, ia pernah menjadi penulis buku Matematika, yakni Aritmatika untuk SMP-SMA dengan penerbit Intan Pariwara,  Tiga Serangkai, dan Pakaraya serta LKS Matematika. “Sayangnya LKS yang semula merupakan pembelajaran yang dikembangkan oleh negara Inggris untuk memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran dengan metoda penemuan, di Indonesia justru dijadikan tempat menulis soal-soal, ini sebuah ironi,” tuturnya dengan nada kecewa.
Karakternya yang kalem dan penuh karismatik, telah membuatnya disenangi berbagai warga sekolah yang dipimpinnya. Tak heran bila ia telah mengikuti berbagai pendidikan yang sifatnya menunjang profesinya. “Kerjasama antar sekolah (sister school) dengan berbagai negara, telah membuatnya makin kaya akan pengetahuan yang didapat. Ia pun kerap bepergian untuk mengadakan studi banding tentang pendidikan pada sekolah di negara yang dikunjunginya.
Namun begitu, tidak dipungkiri pula untuk menjalin kerjasama dengan negara lain seperti China dan Australia. Setelah dipikirkan, Australia merupakan pilihan utama dan solusi yang tepat, mengingat jarak kedua negara ini relative dekat dan tidak membutuhkan biaya yang mahal untuk sampai ke Australia. “Namun begitu, saya sebagai Kepala SMAN 2 Cirebon juga mendapat tawaran untuk bekerja sama dalam rangka sister school di negara Turki. Pada saat ke Turki ada sedikit kemacetan komunikasi, terutama masalah penggunaan bahasa Inggris, mereka/orang Turki lebih senang bicara bahasa Turki, “jelasnya. Namun belum lama beristirahat sepulangnya dari Turki, ia pun mendapat tugas baru menjadi untuk memimpin sebuah sekolah SMAN lagi yaitu SMAN 4 Cirebon.
Panggilan itu pun diterimanya dengan tenang, tanpa terpaksa, apalagi gundah gulana. Baginya jiwa pendidik merupakan nomor satu untuk mengabdi, tantangan di bidang pendidikan. Tantangan itu pun ditanamkan dalam benaknya, dan berusaha untuk menjadikan sekolah yang dipimpinnya menjadi sekolah unggulan dan memiliki prestasi yang menonjol. “Saat ini yang terpenting adalah mutu atau kualitas. Jadi apakah itu sekolah swasta atau negeri, kalau memang kualitasnya bagus, maka ia berhak untuk menjadi sekolah favorit.”
“Semangat, disiplin, serta menerapkan peraturan sekolah kepada warga sekolah, merupakan mutu keharusan,“ ungkapnya. Peraturan yang ketat ini dilakukan, sebagai wujud kasih sayangnya kepada warga sekolah agar mereka hidup teratur jiwa dan raganya. Tidak boleh ada siswa maupun guru terlambat masuk sekolah. Baginya keterlambatan mereka sama saja dengan membuat sekolah menjadi berantakan.
Bapak yang memiliki motto Segala yang akan dilakukan harus jelas tujuannya ini mengaku juga pernah menjadi kepala sekolah  di SMAN 9 Cirebon pada tahun 1999-2001. “Waktu itu sekolah ini masih baru lagi, dan saya ditunjuk untuk menjadi kepala sekolah, Namun biarlah dan ini merupakan tantangan,“ ungkapnya. Sebab katanya, selain harus berhadapan dengan lingkungan yang baru siswa-siswinya, juga kepada masyarakat sekitar. “Hal ini bukan pekerjaan yang mudah, mengingat dibutuhkan sosialisasi yang tinggi, agar masyarakat mau menerima kehadiran sekolah dan isinya.
“Saya terpaksa harus bersikap tenggang rasa dan tidak ketat, maklum lingkungan baru dan sekolah baru, jadi harus dipahami dan dimengerti persoalan mereka.” Namun, bukan begitu juga lembeknya atau membiarkan sekolah tanpa kerjasama dengan masyarakat, Wirsad juga mengaku pernah memberikan semacam ultimatum berupa ancaman kepada masyarakat, agar mau dan  rela membantu sekolah baru tersebut. Sebab jika masyarakat setempat enggan membantu perkembangan sekolah, ia pun mengancam akan melaporkan kepada Walikota untuk memindahkan sekolah tersebut, namun sebaliknya jika mereka membantu dan mendukung sekolah, maka pihaknya akan meminta walikota untuk membuatkan proyek jalan masuk ke sekolah dan desa-desa sekitarnya.
Akhirnya masyarakat yang semula menolak kehadiran sekolah tersebut bersedia mendukungnya dengan menjaga dan melestarikan kawasan sekolah dari aksi vandalisme alias coret-coret, termasuk mengizinkan angkot masuk ke kawasan sekolah. “Semula mereka menolak kehadiran angkot, karena mereka menganggap kehadiran angkot telah mengambil ladang mata pencaharian ojeknya,“ tutur Wirsad.
Ia menambahkan walaupun sebagai guru matematika, namun tidak bisa memaksakan kehendaknya agar siswa-siswi di SMAN 9 menjadi juara matematika, mengingat kemampuan siswa dari desa tersebut kurang mumpuni. Namun setelah melihat badan siswa-siswi sekolah itu  besar-besar, barulah ia berpikir untuk membawa potensi keunggulan tersebut dalam bidang olahraga. “Akhirnya mereka dapat meraih prestasi dengan  menjadi juara cabang atletik, volley ball, di berbagai kompetisi sekolah maupun kejuaraan tingkat daerah,“ ceritanya.
Padahal tempat latihan volley ball pun tidak memadai, tiang net terbuat dari bambu, garis di tanah dari kapur, tapi semangat mereka yang pantang menyerah untuk berprestasi memecutnya untuk meraih juara. Memang bukan hanya cabang atletik, lomba baris berbaris atau paskibraka juga meraih juara. “Tapi ya itu juaranya dalam bidang fisik, tetapi belum ke bidang sains/keilmuan,“ paparnya. Dua tahun menurutnya ia memimpin sekolah di SMAN 9 Cirebon tersebut.
Selanjutnya, kepala sekolah di SMAN 7 Cirebon pada tahun 2001-2007. Ironinya, belum memimpin sekolah, ia sudah mendapat laporan dari kepala kelurahan dan RW setempat bahwa sekolah ini sering tawuran dengan sekolah SMK. Bukan Wirsad kalau tidak bisa mengatasi segala persoalan yang dihadapinya, dengan bekal pengalaman yang banyak memimpin dan mengajar di sekolah, ia pun lalu berpikir untuk  menjembatani dan mengajak berdamai  atau menggalang kerjasama dengan pihak SMK. “Kebetulan kepala sekolah SMKnya adalah adik kelas saya saat kuliah di S2, jadi mudah untuk diajak berkomunikasinya, “paparnya. Setelah keduabelah pihak mengadakan pertemuan, baik guru maupun siswanya, tawuran yang selalu terjadi itu, akhirnya berdamai.
Berturut-turut kepala sekolah di SMAN 3 Cirebon Januari hingga Juni 2008, dan SMAN 2 Cirebon tahun 2008 -2010. Kini perjalanannya sekarang adalah sebagai kepala sekolah di SMAN 4 Cirebon. “Penempatan itu baru diberikan pada bulan Juni 2010, “paparnya.
Banyak liku-liku yang dihadapinya dalam mengabdi sebagai kepala sekolah. Mulai dari membenahi infrastruktur sekolah, hingga kepada bagaimana mensosialisasikan sekolah ke masyarakat, dan mendidik siswa dan guru-guru untuk selalu unggul. “Bayangkan saja di SMAN 3 Cirebon, saya harus memperbaiki sarana dan prasarana olahraga, “ungkapnya.
Selain sebagai kepala sekolah, Haji Wirsad, juga menyempatkan diri untuk memberikan motivasi untuk siswa-siswinya dengan memberikan motto berupa bekerja penuh ihklas sehingga merasa tidak beban, kedua, rajin beribadah, ketiga, semangat, keempat, tidak mudah putus asa, kelima, tanggungjawab dan jujur, keenam, setiap kesempatan jangan ditunda-tunda, dan kesempatan tidak selalu datang dua kali, ketujuh, mengerjakan sesuatu langsung jangan sampai ditunda-tunda, kedelapan, dapatkan informasi secepatnya/duluan, mendapatkan informasi duluan, berarti ilmu pengetahuan kita dapat duluan, dan kesembilan, berserah diri pada Allah. Jika kita menerapkan atas sikap-sikap di atas, insya Allah kita dapat menjadi orang yang sukses.
“Pak Wirsad adalah tipe pekerja keras, terbukti hanya dalam hitungan bulan di SMAN 4 Cirebon sudah banyak yang dibenahi, terutama pada infrastruktur, seperti rehabilitasi laboratorium computer dan ruang PSB (Pusat Sumber Belajar), perbaikan kursi, taman dan sarana prasarana kegiatan ekstrakurikuler,“ jelas Kepala Tata Usaha SMAN 4 Cirebon
Dalam bidang pembinaan kesiswaan, Wirsad yang lahir di Cirebon 29 Juni 1957 ini, juga telah mencanangkan kedisiplinan dengan menggunakan system point, mengadakan apel siaga pada jedah waktu, antara pasca UAS hingga dengan menjelang pembagian raport. “Obsesinya adalah bagaimana agar lulusan siswa-siswi SMAN 4 Cirebon ini dapat berkompetisi dan bersaing di dunia nasional maupun internasional,“ kata Drs. Irman Darojat, Guru SMAN 4 Cirebon.
Menurut Wirsad, visi dalam sekolah ini  adalah bagaimana menjadikan siswa yang bertakwa dan berprestasi. Bertakwa disini, maksudnya kata Wirsad adalah yang berkaitan dengan masalah kecerdasan spiritual, sedangkan berprestasi pengertiannya luas, menyangkut akademisi, non akademis, atau intelegensia, dan berakhlak mulia menjadikan siswa sebagai insan kamil, sopan santun, cerdas, dan berbudi pekerti.
Ditambahkan untuk misi sendiri itu ada lima besar, yakni pertama,  membina keimanan dan meningkatkan ketakwaan, artinya siswa yang masuk sekolah di sini, harus sudah memiliki keimanan dan juga ketakwaan. “Jadi jangan sampai kering begitu.” Kedua, Mengembangkan pendidikan yang berorientasi pada keunggulan, artinya pendidikan itu harus dikembangkan, jangan begitu saja, atau hanya sekedarnya, melainkan bagaiman pendidikan berkualitas. Ketiga, meningkatkan kemampuan dan kecakapan peserta didik, serta membina minat dan bakat secara kreatif, artinya, siswa dituntut untuk mampu dan memiliki ketrampilan, serta minat dan bakat yang baik. Dengan bakat dan minat yang berbeda-beda, diharapkan mereka bisa memilih mana yang sesuai dengan hati nuraninya atau tidak, misalnya mereka ingin memilih kedokteran, “kalau memang arahnya ke sana, maka kita bimbing, begitu pula dengan bakat, jika bakatnya di bidang olahraga, maka kita arahkan ke olahraga, begitu dan seterusnya, “jelas Wirsad. Harapan lainnya adalah bagaimana unsur tersebut bisa mengangkat nama sekolah, sehingga sekolah  bisa unggul. Ternyata misi sekolah ini membuktikan dengan siswa berprestasi di bidang olahraga, seperti silat, tinju dan atletik dan sebagainya. “Mereka ini merupakan atlet-atlet nasional, yang banyak berkiprah membantu dan mengharumkan nama bangsa dan negara di arena internasional, “ungkap Wirsad. Keempat, membina sikap ilmiah, disiplin dan tanggungjawab.
Selain harus menjalankan visi dan misi sekolah, strategi lain yang dikembangkan Wirsad, adalah melakukan pendekatan dengan siswa dan guru. Cara ini cukup efektif, kenyataan banyak siswanya memberikan segudang prestasi dan piala. Begitu pula dengan guru-gurunya,  mereka pun menunjukan kualitas pengajarannya dengan baik. Bahkan Wirsad tak segan-segan membantu mereka untuk mendatangkan para ahli untuk dijadikan nara sumber tukar menukar pikiran atau pendapat “Shearing” guna kemajuan sang guru. Ia pun juga kerap terjun memberikan nasihat dan wejangan, terutama terkait dengan metode belajar mengajar yang bisa dipahami siswa.
Kenyataan sikapnya yang ramah, sopan santun, dan demokratis kepada semua orang, membawa dirinya banyak diminati warga sekolah. ”Mereka mengaku merasa kehilangan jika Pak Wirsad harus pindah sekolah,“ kata Dra. Siti Rochani, Guru Ekonomi. Prinsip Wirsad adalah bagaimana mencontohkan sikapnya yang benar kepada warga sekolah. “Seribu nasihat tidak akan bermanfaat, jika contoh atau sikap yang kita tunjukan tidak sesuai dengan tingkah laku.”
Pola pendekatan dalam bentuk tingkah laku ini, ternyata sangat berpengaruh terhadap kehidupan kepemimpinan Wirsad. Terbukti banyak sekolah yang telah ditinggalkan, saat berkunjung ke tempat itu lagi, ia mengaku mendapat sambutan yang berlebihan. Hal ini tidak terlepas dari peran dan kinerjanya yang dirasakan warga sekolah sebagai hal yang baik dan profesional.
Banyaknya sekolah yang dipimpinnya berkembang dan maju, juga merupakan bukti bahwa kemampuannya dalam mengembangkan sekolah sudah profesional dan managerial. Untuk itu, tidak ada sesuatu hal yang berhasil tanpa dibarengi kerja keras yang sungguh-sungguh. Itulah harapannya kepada semua guru, agar generasi  berikut  bisa mengikuti langkahnya yang baik. Ia berharap siswa dan guru serta orangtua murid memahami konsepsinya akan kemajuan sekolah. Sebab katanya, kepala sekolah hanya jabatan sesaat, selanjutnya mereka yang akan menjalani. Demikian ungkapan Haji Wirsad Yuniuswoyo dalam bincang-bincangnya. Semoga apa yang dicita-citakan untuk kemajuan sekolah dapat terkabulkan, dan generasi muda dapat melanjutkan kegiatannya untuk menjadikan pendidikan yang bermutu.