Hadi Sukarno
Menaklukkan Ibukota dengan Ijazah SLTP
Kerja keras, berusaha mencari peluang dan selalu berdoa adalah kunci kesuksesan. Ketiganya bisa dilakukan oleh siapa pun yang menginginkan kebaikan dalam hidupnya. Tak peduli latar belakang pendidikan dan keluarganya, asalkan memiliki kemauan untuk maju, jalan kesuksesan akan terbentang.
Perjalanan hidup Hadi Sukarno bisa menjadi contoh bagaimana perjuangan membuahkan kesuksesan. Ia merantau dari daerah asalnya di Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta ke ibukota tanpa modal apapun. Menumpang pada tetangganya yang bekerja di Bank Indonesia, ia bertarung memperjuangkan hidupnya di ibukota. Modalnya, selembar ijazah Sekolah Tekni (ST) yang baru saja diperolehnya pada tahun 1969.
“Saya agak minder karena setamat Sekolah Teknik, setara dengan SLTP tidak mampu melanjutkan sekolah lagi. Maka, pada hari Senin Kliwon, 1 Januari 1971 saya berangkat ke Jakarta. Saya ikut tetangga yang karyawan BI dan tinggal di Grogol. Saya bekerja pada tetangganya yang memiliki bengkel,” kata pemilik PT Urip Lancar Abadi ini.
Karena baru lulus tingkat SLTP, perawakan Karno –panggilan akrabnya- masih sangat kecil. Oleh karena itu, ia hanya diterima bekerja untuk sekadar membantu-bantu di bengkel seperti mengepel, menyeterika dan antar jemput anak sekolah. Ia “tidak dianggap” untuk bekerja di bengkel yang harus mengangkat mesin-mesin yang berat. Meskipun demikian, ia tidak berputus asa dan tetap bertekad untuk bekerja di bengkel. Di saat tugas rumah tangga selesai, ia akan membantu pekerjaan di bengkel.
Cita-cita Karno untuk bekerja di bengkel baru tercapai tiga tahun kemudian. Melihat pekerjaan yang dilakukannya dalam waktu singkat kariernya pun menanjak. Ia sempat menjadi Kepala Bengkel PT Rosiba Sakti meskipun banyak montir yang lebih piawai darinya. Perusahaan tempatnya bekerja memiliki angkutan peti kemas di Tanjung Priok dan ia diangkat sebagai Kepala Operasional Peti Kemas.
“Tahun 1975, saya menikah dan memiliki anak pertama tiga tahun kemudian. Anak kedua saya lahir pada tahun 1984 dan tahun 1988 kami pindah ke Bekasi. Akibat kepindahan itu, saya terpaksa mengundurkan diri secara baik-baik dari pekerjaan karena terlalu capai. Rumah di Bekasi sementara pool-nya di Kapuk setiap hari harus bolak-balik, lumayan menguras tenaga,” ungkapnya.
Setelah tidak bekerja Karno belajar mandiri. Dari pesangon dan uang simpanan yang dimiliknya ia membeli sebuah mobil. Dengan mobil tersebut, ia bergabung di Tanjung Priok untuk menawarkan jasa antar barang. Saat itu, ia sering mengantarkan barang di PT IFF. Akhirnya karena melihat penampilan Karno yang selalu rapi dan necis, ia ditarik perusahaan tersebut untuk mengantarkan produk kepada customer-customer-nya.
Sebuah peristiwa yang terjadi pada PT IFF mengubah perjalanan hidup Hadi Sukarno. Yakni ketika barang produk perusahaan baru selesai dikerjakan pukul 20.00 dan harus dikirim ke Surabaya untuk digunakan produksi pada pukul 13.00 keesokan harinya. Biasanya, untuk pengiriman barang keluar kota digunakan perusahaan ekspedisi yang biasanya tutup pukul 16.00. Akhirnya diputuskan Karno yang akan mengirimkan barang tersebut ke Surabaya.
“Tugas tersebut saya terima. Dengan menyewa kendaraan yang biasa membawa barang rute Jakarta – Surabaya, barang diterima pukul 11.15 siang. Saat perusahaan di Jakarta telepon, pihak Surabaya mengonfirmasi kalau barang sudah diterima. Atas prestasi tersebut, saat sampai di Jakarta seluruh karyawan sampai general manager yang orang Inggris memberikan ucapan selamat. Selain itu, diputuskan bahwa mulai hari itu pengiriman ke Surabaya diserahkan kepada saya, tidak lagi menggunakan jasa perusahaan ekspedisi,” kisahnya.
Mendirikan Perusahaan
Meskipun sudah “memegang” pengiriman barang PT IFF, pria kelahiran Wonosari, 24 Agustus 1952 ini tetap bekerja secara pribadi. Belum pernah terpikirkan untuk mendirikan perusahaan sendiri dan terpaksa menggunakan PT Rosiba sebagai bendera. Untungnya, pemilik perusahaan tersebut masih berbaik hati terhadap anak buah kesayangan yang sudah keluar tersebut.
“Jadi namanya PT Rosiba, tetapi proyek yang mengerjakan saya. Kalau urusan keuangan saya tinggal minta pada bos Rosiba. Suatu saat bos sedang ke luar negeri, sementara saya butuh uang sehingga tidak bisa mengambil. Dia menyuruh saya untuk membuat PT sendiri dan membuat rekomendasi ke Bukopin. Akhirnya saya menggunakan jasa notaris dan mengajukan dua nama perusahaan ke Departemen Kehakiman, PT Lancar Abadi dan PT Urip Lancar. Kedua nama tersebut sudah ada maka Departemen Kehakiman mengusulkan nama PT Urip Lancar Abadi. Jadilah nama itu sampai sekarang,” tuturnya.
Seiring perjalanan waktu, perusahaan milik sulung dari lima bersaudara pasangan Darto Pawiro dan Karmi ini semakin berkembang. Salah satunya adalah pemeringkatan yang dilakukan oleh PT Unilever setiap tiga bulan sekali bagi para supplier. Check record tersebut digunakan sebagai indikator untuk melihat ketepatan pengiriman barang untuk perusahaan tersebut dari supplier.
Dari data yang ada, terlihat bahwa PT IFF yang menggunakan jasa pengiriman milik Karno –saat itu belum memiliki perusahaan- menjadi nomor satu dalam ketepatan. Oleh karena itu, direktur PT IFF tidak segan-segan untuk merekomendasikan angkutan tanpa nama miliknya untuk mengangkut barang-barang mereka. Akhirnya, perusahaan-perusahaan besar menggunakan jasa perusahaan meskipun berdasarkan iklan dari mulut ke mulut.
“Saya bisa ‘menguasai’ angkutan barang ke Surabaya dari perusahaan-perusahaan tersebut yang biasanya menggunakan jasa ekspedisi. Saking tepatnya, Wing Surya Group di Surabaya memberikan julukan kepada PT Urip Lancar Abadi sebagai perusahaan one day service. Tetapi saya bilang kepada mereka, bahwa saya tidak berani mencantumkan itu meskipun layanan tersebut diakui. Yang jelas, moto saya adalah ‘Kami ada melayani anda’. Saya berusaha untuk memberikan bukti bukan janji,” tegas suami Sumarmi ini.
Menurut Karno, dengan tingkat kondisi jalan sekarang ini, pengiriman barang dari Jakarta – Surabaya melalui darat memakan waktu maksimal 20 jam. Sesuai dengan tuntutan pekerjaan, dari hanya satu mobil perusahaan mampu membeli beberapa armada lagi. Hingga saat ini, armada yang dimiliki perusahaan mencapai 25 mobil.
Menurut Karno, pasca tahun 2010 banyak perusahaan kelas internasional yang menuntut standar ISO. Tidak ketinggalan, PT Urip Lancar Abadi pun menerapkan ISO bagi perusahaan. Angkutan yang tadinya hanya terdiri atas truk sekarang sudah menggunakan mobil box semua. “Berdasarkan pengalaman, setiap mobil uzur langsung diganti mobil baru, untuk efisiensi. Meskipun mobil banyak, tetapi saya tidak pernah memakai tenaga montir untuk maintenance. Mobil saya sehat semua, kalau perawatan kecil dikerjakan sendiri dan sebelum turun mesin mobil sudah diganti baru,” tandasnya.
Meniatkan untuk Ibadah
Hadi Sukarno sebagai pelaku usaha berharap agar pemerintah memberikan rasa aman terhadap dunia usaha. Bagi pengusaha, kebutuhan terhadap keamanan yang kondusif sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan usahanya di Indonesia. Meskipun demikian, kondisi aman tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan kondisi politik di tanah air.
“Banyak perusahaan yang ‘pura-pura’ bangkrut padahal memindahkan perusahaannya ke luar negeri. Harapan saya tetap keamanan saja, karena kalau kondisi sudah aman mudah-mudahan banyak investor datang dari luar negeri. Ke depan, mudah-mudahan saya akan membawa perusahaan menjadi besar, profesional dengan meniatkan diri untuk ibadah. Karena saya bisa merekrut orang-orang yang sedang menganggur, membantu anak yatim dan lain-lain,” tegasnya.
Saat ini, Karno berusaha untuk membantu anak-anak yang kurang mampu tetapi memiliki kemampuan tinggi. Ia memiliki sembilan anak asuh sembilan yang dua di antaranya sedang menempuh pendidikan tinggi. Selain itu, ia juga berusaha untuk merekrut anak-anak kampung yang memiliki kemampuan tetapi tidak ada biaya untuk mengembangkan kemampuannya.
Sepanjang bulan Ramadhan, Karno bekerja sama dengan Polres setempat memberikan takjil bagi orang-orang yang berpuasa. Kegiatannya tersebut mendapat dukungan penuh dari gereja tempatnya beribadah. “Tadinya saya hanya ikut-ikutan bersama Polres untuk memberikan takjil kepada para pengendara yang melintas,” imbuhnya.
Setelah berlangsung beberapa saat, akhirnya Karno memutuskan untuk mengadakan bakti sosial selama sebulan penuh dengan memberikan takjil bagi umat muslim yang puasa. Akhirnya pihak gereja menganggarkan dana bakti sosial untuk hal yang sama. “Kalau anggaran bakti sosial gereja itu ada yang untuk orang miskin beragama Kristen dan anggaran bakti sosial untuk umum yang harus disampaikan, seperti takjil ini. Kebetulan ketua seksinya adalah saya,” tambahnya.
Sesuai dengan sikapnya yang selalu berusaha “Berbagi Kasih”, Karno juga menerapkan standar penggajian dan kesehatan yang tinggi bagi karyawan. Meskipun dikelola secara tradisional, ia memberikan gaji yang melebihi UMR dan menggunakan asuransi kesehatan dengan jaminan lebih tinggi dari Jamsostek, standar Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia.
“Untuk ukuran kesehatan paling unggul karena kita menggunakan asuransi AIA. Karena kita tahu pekerjaan sopir di ekspedisi ini risikonya cukup tinggi. Dengan tanggungan keluarga dan menjadi gantungan mencari nafkah, perlindungan seperti itu layak mereka dapatkan. Bahkan kalau ada karyawan yang sudah keluar pun, asalkan dengan baik-baik mereka boleh menggunakannya. Lha, sudah kita bayar,” kata pengusaha yang baru saja membayar asuransi karyawan sebesar Rp 40 juta ini.
Takjil Kepedulian
Pada dua tahun terakhir ini, jemaat Gereja Kristen Jawa (GKJ) Jalan Jatiluhur Kota Bekasi menyediakan takjil gratis bagi umat muslim yang beribadah puasa Ramadhan. Bekerja sama dengan Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polresta Bekasi Kota, takjil gratis disediakan di empat lokasi, yakni Pos Polisi Sumber Arta Jalan KH Nur Ali Kalimalang, di depan Pos Polisi Ahmad Yani Jalan Hasibuan, Pos Polisi Tol Bekasi Timur dan Pos Polisi Bulak Kapal.
Hadi Sukarno sebagai salah satu anggota majelis Gereja Kristen Jawa (GKJ) –bersama anggota majelis lainnya Mudoyo dan Eko Londo- sering turun langsung membagikan takjil. Biasanya disediakan sebanyak 1500 paket bagi pejalan kaki dan pengendara yang sedang dalam perjalanan pulang ke rumah masing-masing. Berbagai sajian khas Ramadhan seperti bubur kacang hijau, kolak, teh kotak dan air mineral dibagi-bagikan kepada umat Muslim yang menjalankan ibadah puasa.
“Apa yang kami lakukan adalah sebuah kegiatan sosial dan solidaritas bagi sesama sebagai bentuk kepedulian. Kami juga akan mengadakan penjualan sembako murah khusus bagi warga kurang mampu di sekitar gereja di luar jemaat. Sembako yang nilainya sekitar Rp 65 ribu akan kami jual Rp 10 ribu menjelang Lebaran,” katanya.
Kondisi tersebut, menurut Kepala Unit Pendidikan Rekayasa (Dikyas) Satuan Lalu Lintas Polresta Bekasi Kota, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Erna RA, membuktikan bahwa solidaritas antarumat beragama di wilayah Kota Bekasi telah berjalan dengan baik. Artinya, berbagi, peduli sesama dan indahnya kebersamaan sebagai solidaritas antarumat beragama di bulan suci Ramadhan, “Telah menjadi sebuah kenyataan,” tegasnya seperti pada harian Sinar Harapan edisi Selasa, 23 Agustus 2011.