Tag: PGA

HM Anwar Nur, SAg

HM Anwar Nur, SAg
Ketua Yayasan Puspita Bangsa

Mengabdikan Seluruh Hidupnya Bagi Dunia Pendidikan

Totalitas sangat diperlukan untuk keberhasilan sebuah pekerjaan. Dengan totalitas disertai loyalitas tinggi, kesuksesan dari pekerjaan bertambah besar. Namun, semua tidak bisa didapat dengan mudah karena harus melalui rentang waktu yang panjang dan penuh perjuangan. Seseorang dengan totalitas dan loyalitas terhadap sebuah pekerjaan akan menekuninya sepenuh hati sepanjang hidupnya.

Seperti yang dilakukan oleh HM Anwar Nur, SAg, pada dunia pendidikan. Ketua Yayasan Puspita Bangsa ini sejak awal mendedikasikan hidupnya untuk menyebarkan ilmu pengetahuan. Ia memulainya saat usianya masih sangat muda, yakni selepas Pendidikan Guru Agama (PGA) yang setingkat SLTA. Tujuannya, kalau ia dengan kondisinya mampu menempuh pendidikan formal, orang-orang dengan kondisi di bawahnya pun harus bisa seperti dirinya.

“Setelah lulus PGA tahun 1964, saya mulai mengabdikan diri di masyarakat, mengajar di SD dan Madrasah Al Hidayah. Satu tahun kemudian bersama dua puluh rekan lain saya ditugaskan melanjutkan pendidikan ke IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Saya tetap berpikir bagaimana kawan-kawan di bawah kita untuk terus belajar dan sekolah. Makanya saya bersama rekan-rekan dan Dosen IAIN mendirikan sekolah (PGA/SD) untuk pertama kalinya di kami menumpang di IAIN selama tiga tahun dan di Madrasah Al Hidayah sampai tahun 1976,” katanya.

Pendirian sekolah tersebut, lanjutnya, adalah upaya yang lahir dari keprihatinannya terhadap kondisi pendidikan di Ciputat dan sekitarnya. Tahun 1960-an, di wilayah Ciputat hanya terdapat sekolah dasar saja, sehingga bagi anak-anak yang ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi harus ke Jakarta. Ia mengingat bagaimana SMP satu-satunya yang dibuka masyarakat “bubar” begitu saja. Sekolah lain pun bernasib sama karena minat masyarakat terhadap pendidikan pun sangat kecil.

Meskipun demikian, Anwar dan kawan-kawan tidak berputus asa. Ia kemudian membuka PGA Islam sampai dengan SMP dan SMEA menyusul PGA (belakangan berganti menjadi Aliyah dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Keterampilan Keluarga (SMKK) dan Madrasah Aliyah (MA) kemudian dibangunnya. Saat itu, sebagai pengajar dalam lingkungan Departemen Agama dan pemilik yayasan, ia diangkat sebagai pengawas Pendidikan Agama Kabupaten Tangerang.

“Alhamdulilah sekolah yang saya kelola sejak tahun 1965 semakin maju. Sekarang ini, bangunan sekolah mencapai tiga lantai yang dikelola yayasan pimpinan saya. Kalau zaman dahulu, di Ciputat memang tidak ada sekolah yang sampai tingkat menengah. Hanya SD saja, itupun adanya di tingkat kecamatan. Itulah yang memanggil saya untuk bergerak di bidang pendidikan sampai sekarang ini,” kata pimpinan empat yayasan yang bergerak di bidang pendidikan ini.

Modal Nekat

HM Anwar Nur, SAg, sejak kecil terbiasa berjuang hidup karena kondisinya yang serba kekurangan. Pada usia tiga bulan, ayahnya terpisah sampai meninggal dunia sehingga ia dibesarkan seorang diri oleh sang ibu. Berbagai kesulitan harus dihadapinya, karena ibunya hanya berjualan kue dan menumpang hidup di sekolah. Oleh karena itu, sejak kecil ia terbiasa membantu orang tua untuk menyambung hidup.

“Saya dibesarkan dengan berbagai usaha untuk membantu orang tua. Salah satunya adalah dengan berjualan kue di sekolah. Tahun 1958, saya masuk SMP 11 Melawai, Jakarta Selatan, karena di Ciputat belum ada SMP. Di tengah berbagai keterbatasan yang saya miliki -jangankan untuk bayar SPP, pakai seragam dan sepatu saja sudah tidak memadai- saya pulang pergi numpang truk pasir,” kisahnya.

Keterbatasan biaya, membuat Anwar harus drop out dari sekolah SMP. Di saat bersamaan, PGA Tangerang sedang mengadakan ujian masuk. Tidak menunggu waktu lama, ia mengikuti tes yang dilaksanakan oleh Kandepag Kabupaten Tangerang. Ia sangat bersyukur diterima di PGA dan dititipkan oleh kakeknya kepada Kepala Sekolah PGA di rumahnya. Di rumah Kepala Sekolah, ia bertugas membantu pekerjaan rumah tangga seperti menimba air dan mengepel lantai.

“Alhamdulilah, setelah satu tahun di PGA saya terpilih di antara 20 pelajar yang memperoleh Ikatan Dinas dengan nilai tertentu. Dari situ saya memperoleh biaya melanjutkan sekolah. Setelah satu tahun, saya memutuskan untuk keluar dari rumah Kepala Sekolah. Dengan dana ID sebesar Rp4500, saya bisa menyelesaikan sekolah pada tahun 1964,” tegasnya.

Lulus dari PGA, Anwar mendapat kesempatan untuk melanjutkan kuliah di IAIN. Pada saat bersamaan, ia juga mendirikan sekolah bersama kawan-kawan dengan menumpang di gedung IAIN. Aktivitasnya di organisasi kepemudaan seperti PII, IPNU, PMII, Karang Taruna, dan KOSGORO termasuk koperasi dan lain-lain membuat langkahnya lebih mudah. Bahkan, karena kiprahnya di dunia pendidikan yang sangat fenomenal melalui jalur ormas KOSGORO, ia akan diangkat sebagai anggota DPR di zaman pemerintah Presiden Soeharto.

“Tahun 1990, saat membuka Yayasan Puspita Bangsa itu benar-benar tanpa modal sama sekali. Bahkan sejengkal tanah pun saya tidak punya, saya tidak memiliki warisan, hanya modal tekad saja. Ibu meminta saya untuk mendirikan pondok pesantren, panti asuhan. Modal kita hanya kemauan,” tandasnya.

Namun modal nekat Anwar telah membuka jalan seluas-luasnya bagi keinginan mulianya tersebut. Dana yang dimiliki saat itu sebesar Rp500 ribu, nekat dibelikan batu dan pasir masing-masing dua truk. Ia tidak berpikir untuk membangun gedung juga memerlukan semen. Namun, entah dari mana datangnya berbagai bantuan melengkapi material yang dibutuhkannya. “Semen saja tidak kebeli saat itu. Tetapi Alhamdlulilah secara bertahap saya membangun perlahan-lahan,” ungkapnya,

Dalam membangun sekolah, Anwar mendisain serta memantau sendirian. Mulai rencana, konsep, IMB, izin operasional dan pembangunan yayasan sendiri. Baru setelah mulai terbentuk bangunan dan beroperasi, ia merekrut orang untuk membantu mengurus di yayasan yang didirikannya. Setahap demi setahap, ia membangun lokal kelas sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan. Perlahan namun pasti, perluasan kompleks sekolah dan bangunannya pun semakin meningkat.

“Ya bertahap semuanya, kalau saya butuh dua lokal saya bangun dua lokal, sampai selesai bertingkat tiga. Begitu seterusnya, setahap demi setahap sampai sekarang luas tanah total 3000 meter persegi. Pokoknya kita terus melakukan pembangunan lokal kelas ini, meskipun kadang hanya tiga tukang yang bekerja. Ahamdulilah sampai sekarang masih ajeg berjalan dan insya Allah tahun depan cita-cita saya untuk membuat pesantren dan panti asuhan tercapai. Modal saya benar-benar cuma nekat, keberanian, semangat dan ketekunan,” tuturnya.

Terus Berbuat

Yayasan Puspita Bangsa dibawah pimpinan HM Anwar Nur, SAg, memiliki 100 orang guru dan karyawan dengan 1200 siswa. Namun, ia dianggap “bertangan dingin” dalam mengelola yayasan sehingga ke pundaknya dibebankan beberapa yayasan sekaligus. Selain Yayasan Puspita Bangsa, ia juga memimpin Yayasan Al Hidayah dengan 700 siswa dan Yayasan Islamiyah dengan 2500 siswa.

“Sekarang ditambah satu yayasan lagi di Gunung Sindur. Yang jelas, saya tidak bisa diam dan terus berbuat. Saya bukannya tidak mau mengestafetkan kesibukan ini, tetapi memang harus ada kesibukan bagi saya. Jadi sampai hari ini masih saya tangani sendiri kalau ada masalah,” tandasnya.

Mengisahkan sekolah-sekolah di Yayasan, Anwar sangat bersyukur bisa memberikan yang terbaik bagi para siswa. Selain gedung tiga tingkat lengkap dengan sarana dan prasarana penunjang pendidikan seperti perpustakaan, Lab. Bahasa, Lab. Komputer dan Lab. IPA, serta ekstra kurikuler sesuai dengan keinginan dan bakat anak didik pun tersedia. Mulai basket, futsal, beladiri, Pramuka dan lain-lain disediakan sekolah. Ia menyadari bahwa para siswa yang berdatangan dari kampung-kampung di sekitarnya tersebut sangat haus ilmu pengetahuan. Dengan pembinaan yang tepat, ia berharap mereka akan tumbuh menjadi generasi muda penerus bangsa yang handal.

“Alhamdulilah, anak-anak yang sekolah di SMK Pariwisata Puspita Bangsa, yang belum lulus pun sudah banyak diminta oleh hotel-hotel. Kalau yang sudah lulus banyak yang bekerja di hotel-hotel, swalayan, kapal pesiar, bahkan ada yang bekerja di Malaysia sebagai manager hotel. Saya bangga sekali melihat keberhasilan anak didik lulusan dari sini. Kebanggaan itu tidak bisa diukur dengan materi,” kata pria yang menganggap keberhasilan tersebut semata-mata karena Allah tersebut. “Bukan karena saya yang tidak ada apa-apanya ini,” cetusnya.

Ia mengisahkan bagaimana dengan gaji Rp4 ribu pada tahun 1970-an yang tidak cukup untuk makan selama satu minggu, tetapi mampu membiayai adik-adiknya. Bahkan ketika sudah diangkat sebagai pengawas yayasan dengan gaji Rp150 ribu, ia mampu membangun gedung sekolah dan membeli rumah. “Kalau pakai rasio matematika tidak bakal ketemu. Tetapi matematika Allah melampaui semuanya, makanya saya pasrah saja kepada Allah,” imbuhnya.

Kepada pemerintah yang telah memberikan bantuan berupa BOS, BOM dan RKB, HM Anwar, SAg, menyatakan rasa terima kasihnya. Sedikit banyak, yayasan sangat terbantu atas kebijakan pemerintah tersebut. Ia juga sangat bersyukur karena pemerintah telah memberikan bantuan untuk sarana dan prasarana sekolah, sehingga tidak ketinggalan dengan sekolah lain.

“Kita juga menyediakan sarana IT yang memadai. Karena sebagai pendidik, saya menganggap kita harus mengikuti perkembangan. Jadi kalau sekolah lain sudah mengenal internet kita juga tidak ketinggalan, agar anak-anak kami berkembang menjadi pintar karena internet menyediakan segalanya. Tetapi tergantung anaknya juga bagaimana mereka belajar. Bagitu juga dengan generasi muda, mereka harus belajar yang baik dan menimba pengalaman seluas-luasnya. Karena generasi muda harus siap dalam menghadapi semua kesulitan di tengah era globalisasi dunia,” kata HM Anwar Nur, SAg.

Visi dan Misi Yayasan Puspita Bangsa

Visi:

“Sebagai lembaga pendidikan Islam berusaha membentuk kader umat yang beriman, bertaqwa serta berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertanggung jawab pada dirinya, agama, bangsa dan negara”

Misi:

1.    Menyelenggarakan pendidikan dasar menengah sampai perguruan tinggi
2.    Mengadakan kajian-kajian dalam bidang ilmiah, keagamaan, teknologi dan kemasyarakatan
3.    Mengembangkan kreativitas peserta didik dalam memilih bakat dan kemampuannya
4.    Membantu pemerintah dalam bidang sosial, ekonomi dan budaya