Drs. H. Musman Tholib, M.Ag
Ketua Muhammadiyah Jawa Tengah
Menggunakan Manajemen Silaturahmi dalam Kondisi Apapun
Manusia hidup tidak pernah lepas dari permasalahan. Sejak lahir hingga berkalang tanah, masalah selalu hadir dalam kehidupan. Dari masalah kecil dan remeh temeh hingga masalah besar semua terjadi silih berganti. Hanya manusia dengan kemampuan memecahkan masalah yang berhasil dalam hidupnya.
Adapun cara yang paling ampuh untuk memecahkan masalah adalah menjaga silaturahmi. Melalui silaturahmi, persoalan kecil dapat terpecahkan dan masalah besar terurai. Dengan silaturahmi pula, manusia tidak akan silau oleh pangkat, jabatan dan kedudukan seseorang.
“Untuk berhasil dalam hidup, seorang anak muda harus memiliki kemauan belajar yang tinggi. Belajar itu bisa dari buku atau pengalaman orang-orang yang sukses dan orang yang gagal. Kedua hendaklah menjalani manajemen silaturahmi, baik ke dalam maupun keluar. Kalau saling tolong menolong dalam kebersamaan, hasilnya pasti akan sukses,” kata Drs. H. Musman Tholib, M.Ag., Ketua Muhammadiyah Jawa Tengah.
Pria kelahiran Purwodadi Grobogan, 13 Agustus 1944 ini mengungkapkan agar generasi muda tidak mudah marah ketika dikritik. Mereka seharusnya menerima kritikan sebagai upaya untuk membangun dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Karena dari kritikan yang diterima, mereka bisa mawas diri tentang kekurangan atau kelebihan mereka.
Ia mengingatkan, bahwa yang terpenting dalam hidup adalah bagaimana dapat beribadah dengan baik untuk mendapat ridhlo Allah. Apapun pekerjaan, jabatan dan kondisinya, asalkan mendapat ridlho Allah pasti akan selamat dunia akhirat. Karena hal itu merupakan manifestasi dari seorang hamba yang sangat tergantung dari kekuasaan Tuhan sebagai penguasa alam semesta.
“Karena itu kita tidak akan silau, minder, dan menghormati orang lain. Kalau salah ya menyadari kesalahannya. Prinsip saya, ‘Pangkat iso minggat, bondho iso lunga’ tetapi silaturahmi harus tetap dijaga. Jangan silau dengan jabatan, pangkat tetapi bekerja dengan baik, karena bekerja itu dinilai oleh Allah bukan manusia saja. Jadi persaudaraan itu harus terjaga dengan baik,” tuturnya.
Priyayi, Santri dan Abangan
Drs. H. Musman Tholib, M.Ag adalah putra pasangan H. Moh. Tholib dan Nartiyah. Kakek dari pihak ibu adalah seorang priyayi yang sangat disegani masyarakat di sekitarnya sekaligus menjabat sebagai Lurah/Kepala Desa. Kehidupan kepala desa saat itu jauh dari nilai-nilai ajaran agama, yang memang tidak lazim saat itu. Sedangkan kakek dari pihak ayah adalah seorang kyai sekaligus pengurus masjid di kampungnya.
“Saya lahir di Desa Krangganharjo, Kec. Toroh Kabupaten Purwodadi Grobogan Jawa Tengah. Sejak kecil saya dibesarkan dalam lingkungan keluarga priyayi, santri dan abangan sekaligus. Orang tua saya adalah pegawai KUA sekaligus petani. Saya tepengaruh dengan kehidupan santri, apalagi ayah memiliki mushola sendiri dan kakek adalah pengurus masjid. Sedangkan kakek dari ibu saya adalah Kepala Desa yang agak jauh dengan agama,” kisah suami Hj Siti Taqiyah, BA ini.
Karena condong dengan kehidupan santri, selesai Sekolah Rakyat (SR) Musman mengikuti ujian sekolah PGA (Pendidikan Guru Agama) di Salatiga. Dari seluruh provinsi Jawa Tengah, setiap satu kecamatan hanya dua wakil yang diterima hingga terkumpul 200 siswa. Ia juga merupakan satu di antara 40 orang siswa yang menerima ikatan dinas (ID) dari pemerintah.
Di Salatiga, Musman tinggal di rumah dan menerima dua sisi pendidikan sekaligus. Pagi sekolah di PGAP Negeri Salatiga sebagai persiapan untuk menjadi guru agama Islam. Sementara sore ia belajar mengaji untuk mendalami agama Islam mulai mengkaji Al Quran sampai pelajaran Nahwu Sorof atau gramatika bahasa Arab.
“Setelah itu saya meneruskan di PGAA Solo. Saat itu Menag memberikan kesempatan kepada siswa PGAA yang nilainya baik untuk meneruskan pendidikan ke IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saya juga termasuk sehingga mempunyai kesempatan kuliah di IAIN Yogyakarta dengan status tugas belajar hingga sarjana muda. Karena tidak ditugaskan mengajar, akhirnya saya melanjutkan sampai S1,” tandasnya.
Musman menyelesaikan pendidikan di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 1972. Berbagai tawaran datang kepadanya, mulai menjadi Kepala Sekolah Laboratorium PGA pada Fak. Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga hingga Dekan di Kalimantan. Semua ditolaknya, apalagi ayahnya juga tidak memberikan izin baginya untuk ke Kalimantan. Meskipun demikian, sebenarnya ia memiliki prinsip untuk tidak mempermasalahkan di mana pun akan ditempatkan.
“Di manapun bertugas yang penting bisa ibadah, itu prinsip saya. Kebetulan saya bertugas di Kudus untuk mengajar di SMEAN Kudus. Saat itu, saya mengajak anak-anak untuk meramaikan masjid Jember yang tidak terurus. Alhamdulilah, perlahan-lahan jamaah mulai banyak meskipun lingkungan sekitarnya saat itu dikenal sebagai kampung hitam. Banyak molimo yang berlangsung dengan seenaknya,” tuturnya.
Musman terpanggil untuk membina dan memperbaiki akhlak masyarakat sekitar sekolah. Apalagi situasi keamanan sekolah tidak kondusif karena sering terjadi pencurian. Awalnya, ia mengajak siswa untuk mengadakan berbagai kegiatan yang melibatkan tokoh masyarakat sekitar. Saat pembagian zakat fitrah, misalnya, ia mengajak para tokoh untuk membantu menyalurkan. Hasilnya menakjubkan, sejak itu tidak pernah terjadi pencurian lagi.
Ia semakin akrab dengan masyarakat sekitar saat memperoleh kesempatan untuk membeli sebidang tanah di wilayah tersebut. Ia berniat untuk membangun rumah yang sudah dibelinya dengan tujuan mengubah masyarakat menjadi lebih baik. Ia menanami tanahnya dengan singkong dan pisang. Saat panen tiba, ia mengundang tetangga untuk bersama-sama memanen hasil kebunnya.
“Dari situ orang mulai simpati dengan saya dan tidak melakukan pencurian lagi. Begitu juga dengan pembangunan rumah saya yang tidak mengalami apapun meskipun orang lain bisa hilang kusennya. Artinya kalau kita menolong orang itu sebenarnya kita menolong diri sendiri ‘Jika kamu berbuat baik, maka untuk kamu sendiri’. Begitu juga sebaliknya, kalau perbuatan kamu jelek ya untuk kamu sendiri,” tegasnya.
Saat itu, Musman merupakan pria bergelar sarjana (S1) yang kedua di seluruh Kudus. Oleh karena itu, ia diminta untuk mengisi pengajian di Pengadilan Negeri, Badan Pertanahan, Kepolisian dan lain-lain. Ia juga diminta untuk mengisi jabatan Dekan IKIP Muhammadiyah Kudus yang tadinya dijabat oleh Kepala Pengadilan Negeri.
Setelah dua tahun menjadi Dekan, IKIP Muhammadiyah Kudus dilebur dan bergabung dengan FKIP Muhammadiyah Solo (sekarang menjadi UMS). Ia diminta dengan sangat untuk menjadi Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah Kudus. Saat itu, sekolah masuk sore dan ia berinisiatif agar sekolah masuk pagi. Caranya, ia menetapkan calon siswa yang ingin belajar di SMA Muhammadiyah harus membayar uang gedung sebesar Rp.15.000,-
“Respon masyarakat justru besar sekali. Saya mendapat 10 kelas sehingga harus pinjam ruangan di SD, dan SMP Muhammadiyah. Atas bantuan seorang pengusaha, akhirnya hanya SMA Muhammadiyah Kudus yang bisa memiliki gedung sekolah bertingkat. Selain itu, kami juga memiliki peralatan laboratorium berkat kerjasama dengan teman-teman UGM,” kata pria yang menjabat sebagai Kasie Urusan Agama Islam Kantor Departemen Agama Kabupaten Kudus dari tahun 1976-1987 ini.
Di bawah kepemimpinan Musman, SMA Muhammadiyah Kudus maju pesat. Berbagai prestasi ditorehkan mulai olahraga -volley dan tennis lapangan- sampai prestasi akademis tidak kalah dengan SMA lain. Berbagai jabatan penting di Kudus –mulai Bupati, Kejari Satpol PP, intelijen, anggota DPRD dan lain-lain- dipegang oleh alumni SMA Muhammadiyah Kudus. “Kebanggaan lainnya, alumni SMA Muhammadiyah yang menjadi anggota DPRD itu berasal dari berbagai partai. Dari PAN, PKS, PDIP dan lain-lain,” imbuhnya.
Sukses sebagai Kepala Seksi, Musman kemudian ditugaskan sebagai Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Cilacap. Ia sekaligus juga menjabat sebagai Sekretaris Wanhat Golkar (Dewan Penasehat Golkar) yang Ketuanya dijabat oleh Bupati Kabupaten Cilacap terkait kebijakan mono loyalitas Presiden Soeharto. Saat itu, ia memanfaatkan posisinya tersebut dengan mengadakan pengajian keliling di kediaman pejabat-pejabat kabupaten. “Jadi saya manfaatkan untuk meningkatkan pemahaman keberagamaan para pejabat sekaligus dalam pengamalannya,” ujarnya.
Dari Cilacap, Musman kemudian ditarik sebagai Kepala Bidang Penerangan Agama Islam Kanwil Provinsi Jawa Tengah (1991-1995). Setelah itu dipercaya untuk menjabat sebagai Kepala Bagian Sekretariat Kanwil Depag Provinsi Jawa Tengah (1995-1999) dan jabatan terakhirnya adalah Kepala Bidang Urusan Agama Islam Kanwil Depag Provinsi Jawa Tengah. Selama duduk di jabatan struktural, Musman tidak melupakan menggeluti pada dunia pendidikan terutma di Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Musman menjabat pengurus Badan Pelaksana Harian Universitas Muhammadiyah Surakarta selama 2 periode pada saat Rektor dipegang oleh Prof. H. Dochak Latif. Pada tahun 2000, setelah memiliki jabatan funsionaris Lektor dari Kopertis, Musman mengajukan mutasi kepegawaian menjadi Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Surakarta. Ia menyandang jabatan fungsionaris Lektor Kepala terhitung mulai tanggal 1 Juli 2000.
“Saya mengajar di STAIN dari tahun 2000 sampai 2009 dan mengambil S2 di UMS Surakarta. Kebetulan saat kuliah saya aktif di senat mahasiswa, bendahara, sekretaris dan lain-lain. Saya juga aktif di Muhammadiyah dan banyak belajar dari tokoh-tokoh Muhammadiyah DIY dan PP Muhammadiyah. Saya sering ikut rapat-rapat organisasi Muhammadiyah. Di organisasi ini, yang paling mengesankan adalah soal kedisiplinan waktu. Segala sesuatu on time dan yang kedua adalah keikhlasan, itu yang paling berharga,” tambahnya.
Membangun Masjid Monumental
Ayah dari tiga anak –Naibul Umam Eko Sakti, S.Ag., M.Si., Arin Fitriani, M.Si, dan Siti Hajar Rahmawati, SE, MA, ini mengungkapkan visi dan misinya dalam memajukan organisasi Muhammadiyah di Jawa Tengah. Secara umum visi yang diusung adalah “Mewujudkan masyarakat Islam yang sebenarnya” yakni bagaimana membuat masyarakat damai dan sejahtera.
“Sementara misinya memperdalam dan memperkokoh aqidah Tauhid dan menyebarkan agama Islam berdasar Al Qur’an dan An Sunnah dengan menggunakan akal yang sehat. Serta mewujudkan ajaran Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat. Semua itu dicapai dengan merealisasikan lewat amal sholeh dalam bentuk amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan, sosial kemasyarakatan dan usaha-usaha pertolongan umum lainnya,” tegasnya.
Amal Usaha Muhammadiyah di Jawa Tengah antara lain :
-
Bidang Pendidikan :
PAUD
TK/ABA SD MI SMP MTs SMU SMK MA UNIVERSITAS SEKOLAH TINGGI/AKADEMI TPQ |
150 1883 192 460 280 110 113 140 17 5 14 70 |
B. Bidang Kesehatan, Sosial dan Ekonomi
Rumah Sakit
RB/BP/Poliklinik/BKIA PAY Non Panti Rumah Jompo Penitipan Tim Perawatan Jenasah Bank Syariah Cabang Bank Syariah BMT/BTM Koperasi Toko Wartel LAZIS Muhammadiyah |
31 99 99 19 4 19 12 1 2 79 59 15 4 73 |
Dalam periode masa jabatannya, Musman memiliki obsesi yang sangat menarik. Ia ingin Muhammadiyah Jawa Tengah memiliki “sesuatu” yang menyerupai isi di Tugu Monas. Bukan kemegahannya, namun lebih kepada fungsi pembelajaran di dalamnya. Yakni sebuah masjid monumental lengkap dengan menara yang menjadi pusat pembelajaran tentang Islam dan ke-Muhammadiyahan.
“Dalam periode kepemimpinan saya, harus bisa membangun masjid yang monumental. Tidak hanya sekadar sebagai tempat ibadah, tetapi juga untuk pembelajaran. Di menaranya kita buat diorama, lintas perjalanan tokoh Muhammadiyah dari dahulu sampai sekarang, kemudian CD tuntunan ibadah yang benar juga akan ditampilkan profil masing-masing Daerah Muhammadiyah se Jawa Tengah. Jadi orang yang datang bisa belajar dan sekarang pembangunan terus dalam proses bahkan untuk lantai dasar sudah dapat dimanfaatkan untuk ibadah shalat berjamaah,” ujarnya.
Obsesi lain yang ingin dicapai Musman adalah pengembangan dan pemberdayaan cabang serta ranting Muhammadiyah. Dalam organisasi Muhammadiyah cabang berada di tingkat kecamatan, sementara ranting dan tingkat desa/kelurahan. Menurut hematnya, terjadinya penambahan cabang dan ranting akan membuat Muhammadiyah bertambah amalnya.
Muhammadiyah Wilayah Jawa Tengah sebenarnya memiliki sepuluh program unggulan dalam periode kepengurusannya.
10 Program Unggulan tersebut adalah:
-
Administrasi penataan perkantoran dari Ranting, Cabang dan Daerah
-
Zakat, infak dan shadaqoh berjalan dengan benar
-
Pembangunan masjid monumental
-
Ketersediaan dana penanggulangan bencana
-
Menggerakkan potensi-potensi di bidang ekonomi seperti Bank Syariah, BTM Baitul Tamwil Muhammadiyah
-
Penertiban dan pengamanan asset milik Muhammadiyah
-
Penyelenggaraan Hari berMuhammadiyah oleh masing-masing Pimpinan Daerah Tingkat Kabupaten/Kotamadya dan puncaknya diselenggarakan tingkat Provinsi
-
Dan lain-lain
“Semua itu bisa terwujud kalau pimpinan Muhammadiyah memiliki ikatan yang kuat. Kalau sudah terjadi ikatan yang kuat, kompak insya Allah Muhammadiyah akan maju. Di Muhammadiyah harus dihindari sikap Jubriyo yakni ujub, kibir dan riya’. Ujub itu bangga diri, riya’ itu pamer dan kibir itu sombong. Meskipun bisa menghasilkan banyak manfaat tetapi dalam agama ketiga hal tersebut harus dihindari. Kemudian jangan dilupakan bahwa perbedaan adalah teman berpikir, persamaan pendapat harus kita wujudkan,” katanya.
Mendirikan MWB Muhammadiyah
Sewaktu sekolah di PGAA Negeri Surakarta, setiap Ahad pagi Musman mempunyai kesempatan mengikuti kuliah pagi yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah Daerah Surakarta. Perkuliahan ini bertempat di gedung Balai Muhammadiyah Keprabon. Sejak itulah, ia mulai mengenal Muhammadiyah secara mendalam.
“Dari sana saya mulai mengenal Muhammadiyah. Begitu lulus dari PGAA Negeri Surakarta, sambil menunggu penugasan saya pulang kampung ke desa Krangganharjo. Bersama beberapa pemuda saya mendirikan MWB atau Madrasah Wajib Belajar Muhammadiyah,” kisahnya.
Perkenalanannya dengan Muhammadiyah semakin mendalam setelah mendapat penggilan tugas belajar di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sebagai mahasiswa, disamping aktif di organisasi intra anggota Senat Mahasiswa Fak. Tarbiyah, Musman juga memasuki organisasi ekstra yaitu IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah).
Beberapa jabatan penting sempat diemban selama aktif di IMM, antara lain:
-
Di IMM menjabat sebagai Ketua Komisariat IMM Fakultas Tarbiyah tahun 1966.
-
Ketua Korkom IMM IAIN Sunan Kalijaga tahun 1968.
-
Sekretaris Cabang IMM DIY 1970.
-
Sekretaris BPK (Badan Pembina Kader) PP Muhammadiyah (1971-1974).
“Di Yogyakarta, saya mendapat pelajaran langsung tentang Islam dan keMuhammadiyahan dari Bapak KH. R Hajid. Beliau merupakan santri dari KHA. Dahlan. Dari para Tokoh Muhammadiyah Kol. H. Junus Anis, KH. Ahmad Badawy, KH. Abdul Mukti, KH. Bakir, K. Hiban Hajid, KH. Ahmad Azhar Basyir, KH. AR. Fakhruddin, Prof. Abdul Kahar Mudzakir, Djindar Tamimy, Mr. Kasman Singodimedjo, Djarnawi Hadikusumo dan ulama-ulama Muhammadiyah lainnya,” terangnya.
Saat bertugas di Kudus tahun 1973, beberapa jabatan penting Drs. H Musman Tholib, M.Ag, di Muhammadiyah antara lain:
-
Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Kudus 2 periode (periode Muktamar 40-41).
Kemudian setelah bertugas di Semarang (ibukota Provinsi Jawa Tengah) Musman diberi amanah sebagai :
-
Sekretaris Majelis Tarjih Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah periode Muktamar 41.
-
Ketua Majelis Tarjih Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah periode Muktamar 42.
-
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah periode Muktamar 43, 44 dan 45.
-
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah periode Muktamar 46 (2010-2015).