Dr. Hilman Taufik Wijayasomantri

No Comments

Tanggungjawab dan Kepercayaan Adalah  Kunci Suksesnya

directMemiliki prinsip yang dinamik, bersahaja dan dekat dengan bawahan, adalah konsepsi hidupnya. Dengan bekal itulah, dokter Hilman Taufik Wijayasomantri dipercaya pemerintah untuk menjabat Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang. Sejak diangkat menjadi  direktur pada tahun 2009, Hilman telah banyak mengubah rumah sakit tersebut. Infrastruktur, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia,  yang semula belum banyak perubahan, direnovasinya dengan baik, sehingga kini berada dalam tahap kemajuan yang signifikan. Bahkan tahun ini Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang akan melaksanakan penilaian akreditasi oleh Komite Akreditasi RS (KARS) dengan standar 2012 yg sudah mengacu kepada joint commition international (JCI), sehingga untuk mewujudkan pelayanan di RSUD Sumedang yg berstandar internasional bukan suatu hal yg mustahil. “Sejak saya bertugas di rumah sakit ini, waktu itu jumlah tempat tidurnya masih 198, kini telah menjadi 310 tempat tidur, Alhamdulillah dalam tempo 3 tahun, saya berhasil memperbaiki seluruh ruangan yang ada, bahkan untuk meningkatkan kualitas SDM, secara bertahap 15 dokter melanjutkan spesialisasi di Bandung dengan fasilitas beasiswa,  “ujar bapak dua anak yang salah satu putra sulungnya mengikuti jejaknya sebagai dokter.
Riwayat rumah sakit ini menurut Hilman adalah sebelum tahun 1920, dr Leimenia menjadi dokter zending di Jalan Raya (Sekarang Gudang Pupuk Pusri, Jalan Geusan Ulun Sumedang). Selanjutnya, pada tahun 1920-1930 dr. Djoenjoenan bertugas di garnisun               tentara Hindia Belanda pada saat itu dibangun sebuah Rumah Sakit yang kemudian dikenal sebagai rumah sakit sederhana yang dicat hitam (hideung) sehingga rumah sakit ini kemudian dikenal dengan Rumah Sakit Hideung, yang bertempat di Ciuyah (sekarang bernama Jalan Kartini).  Dengan nama Rumah Sakit Hiedeung atau hitam, karena seluruhnya bercat hitam, agar tidak terkena bom. Rumah Sakit Umum Daerah  Sumedang yang merupakan bekas rumah sakit Belanda, mengalami banyak perubahan, dari yang semula berlokasi di Jalan menuju arah Tasikmalaya, hingga kini berada di Sumedang. Menurut Hilman, bahkan lokasi yang dulu telah menjadi terminal. Perpindahan itu terjadi pada tahun 1972. Dan pindah ke Sumedang, terjadi pada tahun 1974. “Lokasi rumah sakit ini dulunya kecil, dan tidak tertampung pasiennya, waktu itu hanya ada dokter yang bertugas 1 orang didampingi 5 perawat,  “ujar Hilman. Berkembang terus menerus hingga kini. Saat Hilman masuk tahun 2009, Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten  Sumedang sudah berkelas B. “Saya masuk rumah sakit ini sudah ditetapkan sebagai RS type B, kini saya sedang mengupayakan melengkapi dan menyempurnakan sebagai RS tipe B, “ungkap Ketua Ikatan Dokter Indonesia Kabupaten Sumedang ini.
Perubahan yang begitu pesat, telah menjadikan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang ini mulai banyak dibanjiri pasien dari berbagai daerah. Wajar apabila kini jumlah perawat dan dokter serta seluruh stafnya meningkat. Tercatat jumlah tenaga keseluruhan  yang terdapat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang yang tersedia mencapai 930 orang, meliputi 440 tenaga paramedis,  26 dokter spesialis, 30 dokter umum, 221 tenaga umum dan administrasi, serta sisanya tenaga pendukung. “Untuk standard RSUD ini, kita fokus dengan profesionalitas, seperti misalnya contoh kecil untuk tenaga office boy, dan cleaning service, itu kita pisahkan atau dibedakan, mereka bekerja dengan satu pekerjaan, tidak ada rangkap kerja, “ujar pria kelahiran Garut 27 Agustus 1963. Harapan Hilman, tentu dengan pekerjaan standard masing-masing itu, lingkungan rumah sakit ini akan senantiasa bersih, lestari dan nyaman. Dengan begitu ungkapnya, pasien akan merasa nyaman datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang.
Saya kelola dari sisi aspek lingkungannya. Bersih, gedung diperbaiki, termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusianya, “tutur lulusan magister manajemen mutu pelayanan kesehatan Universitas Indonesia. Selain masalah infrastruktur sarana dan prasarana, hal yang terpenting lainnya adalah membudayakan kerja dengan penuh disiplin dan ramah terhadap pengunjung rumah sakit. Artinya kata Hilman butuh kerja dengan rasa, kebersamaan, tidak ada yang terbebani dan dibebani, semua pekerjaan harus dilakukan dengan rasa tanggungjawab, bukan keterpaksaan, apalagi tuturnya rumah sakit adalah usaha jasa pelayanan. Jadi harus benar-benar memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat yang membutuhkan pengobatan. “Jangan jadikan pekerjaan itu sebuah keterpaksaan, jadikan sebuah kebutuhan. Dengan penyuluhan dan kedekatan kepada pegawai, saya kini tidak lagi harus setiap saat untuk kontrol ke sana-sini. Perubahan signifikan ini sudah mulai berubah pada tahun 2012. Memang butuh waktu untuk mengubah budaya kerja itu, “papar Wakil Ketua ARSADA Jawa Barat ini.
Sementara visi Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang, adalah menjadikan rumah sakit umum daerah Kabupaten Sumedang berkinerja terbaik di Jabar. “Alhamdulillah, dari sisi keuangan, pada awal saya masuk pendapatan RS jumlahnya kurang lebih 29 milyar pertahun, kini jumlahnya menjadi 77 milyar pertahun. Suatu hal yang fantastis, apalagi kini masyarakat atau  pasien telah menjadikan Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang sebagai pilihan untuk pengobatannya. Oleh karena itu, pihaknya mentargetkan untuk tahun selanjutnya target pendapatan menjadi 100 milyar per tahun, angka tersebut sangat memungkinkan dengan rencana adanya tambahan gedung baru 6 lantai sebagai tambahan sarana rawat inap,  “kata PNS Daerah yang pangkat terakhirnya pembina utama muda golongan empat ce.

Pendekatan Ke Masyarakat
Untuk obsesi ke depannya, lulusan kedokteran umum Universitas Padjajaran ini mengungkapkan, bahwa pihaknya akan mengembangkan homecare atau perawatan pasien di rumah. Mengingat untuk menambah lantai atau bangunan kembali di lahan rumah sakit, tidak akan memungkinkan kembali. “Ketersediaan lahannya sudah optimal”. Untuk itu dengan pola penerapan perawatan di rumah ini, diharapkan pasien sepeti penderita stroke atau lanjut usia, dapat terbantukan, khususnya dalam penanganan di rumah. “Penderita ini butuh perawatan khusus, sebab kalau saja semua pasien berada di rumah sakit, kasihan costnya terlalu tinggi, diantaranya untuk sewa kamar. Dengan mereka di rawat di rumah dengan kontrol perawat, setidaknya mengurangi biaya pengeluaran tersebut “ungkap jebolan SMA Negeri 3 Bandung ini.
Selain itu, papar Hilman, kita juga membentuk perkumpulan, seperti perkumpulan Diabetes, gagal ginjal, thalasemia dan lain-lain. Hampir setiap minggu, pihaknya mengadakan pertemuan rutin bagi penderita penyakit tersebut. “Kita mengharapkan dapat memberi jalan keluar membantu kesehatan masyarakat, “ujarnya. Menurut Hilman, pola itu sengaja diubahnya guna mendorong mainset masyarakat kepada dokter. Komunikasi yang baik antara seorang dokter dan pasien. “Saya punya tim dokter dan keperawatan yang baik, sehingga mudah untuk mengaturnya, jika ada pasien yang betul-betul membutuhkan tenaga keperawatan untuk merawat anggota keluarganya yang sakit di rumah. Keunggulan inilah yang diharapakan menjadikan rumah sakit umum daerah Sumedang tambah mendapat hati di masyarakat, “jelasnya.
Sebagai Wakil Ketua Asosiasi Rumah Sakit Daerah Jawa Barat, ia menuturkan mempunyai kesempatan mengenal Jawa Barat lebih luas, ke pelosok-pelosok daerah untuk turut serta memajukan rumah sakit yang terdapat di daerah Jawa Barat. Dari hasil pemantauan itulah, Hilman menilai kemajuan rumah sakit sebenarnya kembali kepada pemilik rumah sakit itu, apakah ingin menjadikan rumah sakitnya sebagai sarana mendulang PAD semata, atau sebaliknya menjadikan rumah sakit sebagai sarana pengobatan masyarakat. Pandangan atau paradigma ini harus diubah. “Sebenarnya maju mundurnya rumah sakit itu tergantung komitmen dari pemiliknya, niat awal, kalau ingin cari uang dari rumah sakit, repot, yang pada akhirnya akan tejadi ada pasien yang tidak mampu akan ditolak. Citra ini harus diubah, jika ingin rumah sakitnya  maju dan disenangi masyarakat. Dengan citra rumah sakit yang baik, maka pasien pasti senang memilih kepada rumah sakit tersebut.Dengan begitu, tanpa harus menolak pasien tidak mampu, rumah sakit itu telah memberi keuntungan sendiri dari pasien-pasien yang lainnya dengan mekanisme subsidi silang, “papar Hilman.
Semua itu kembali kepada sumber daya manusianya, sebab dengan sumber daya yang kurang, rumah sakit pasti akan sulit berkembang. Paradigma itu harus diubah dengan menjadikan SDM rumah sakit yang berkualitas dan mumpuni, termasuk infrastruktur yang lainnya juga. “Saya sebagai pioner di Jawa Barat, tentu menginginkan setiap rumah sakit yang terdapat di Jawa Barat maju, apakah itu rumah sakit swasta atau pemerintah. Untuk RS pemerintah sedianya, tak perlu harus menunggu bantuan dari pemerintah pusat buat merenovasi atau  membangun infrastruktur rumah sakit. Mereka dapat bekerjasama dengan investor, “ungkap Hilman bersemangat.
Menurut Hilman, ia sangat atensi dan antusias serta bersyukur terhadap pimpinannya, bupati Sumedang, karena telah mendukung sepenuhnya pembangunan RSUD Kabupaten Sumedang. “Bupati sangat support, dan ini sangat membantu, artinya pihak swasta berani menginvestasikan dananya untuk menjadi mitra rumah sakit, “ujarnya. Berkat bantuan investor itulah, kini Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang telah memiliki sarana penunjang alat laboratorium canggih dan alat radiologi canggih, sehingga kalau ada pasien yang membutuhkan pemeriksaan laboratorium dan radiologi tidak perlu lagi di rujuk ke rumah sakit atau tempat lainnya.
Menurut Hilman lagi, investasi swasta itu harus dipertanggungjawabkan, jadi kita tidak boleh memanfaatkan untuk kepentingan pribadi. “Asal tidak untuk kepentingan pribadi.” Hilman menambahkan, kalau dikelola dengan baik, pasti bisnis rumah sakit itu menguntungkan. Tarif bersaing, asalkan kualitas pelayanannnya dengan standard yang sama dengan rumah sakit lain yang mahal, di jamin pasien atau masyarakat akan ramai datang berobat ke rumah sakit kita.
Kini menurutnya, RSUD Kabupaten Sumedang, telah berakreditasi nasional. Dengan perkembangan dan kemajuan yang telah diraih dengan segala keterbatasan yang ada, RSUD Kabupaten Sumedang mencoba merintis ke arah standard rumah sakit Internasional. “Kita telah study banding ke Malaysia bersama 24 pimpinan rumah sakit di Jawa Barat lainnya, “ungkap Hilman. Karena tergelitik dengan makin banyaknya masyarakat Indonesia yg berobat ke RS negeri jiran tesebut,  Sebenarnya, kemajuan yang signifikan itu bertumpu pada budaya kerja, itu saja yang membedakan antara pelayanan rumah sakit di Indonesia dengan pihak rumah sakit di negara-negara maju. Tak heran jika banyak pasien di Indonesia beralih ke rumah sakit negara lain. Itu dikarenakan sistem budaya kerja pelayanan dari karyawan rumah sakit di negeri ini masih belum optimal, sementara di negara lain sudah kepada tahap yang lebih. “contoh konsep pelayanan terhadap pasien di Malaysia sangat berbeda dengan di negeri kita, di sana, hampir setiap limabelas menit perawat masuk ke ruangan pasien untuk sekedar melihat, bertanya dan berdialog dengan pasien (round visit), tapi di Indonesia pada umumnya, pelayanan tersebut dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas bel, yang mana ini sangat kurang membantu bagi pelayanan pasien, belum lagi masih ada perawat yang suka cerewet atau kurang baik memberikan pelayanan, sehingga kurang memuaskan.  Wajar saja jika masyarakat kita lebih memilih rumah sakit lain di luar Indonesia, “papar Hilman.
Dibawah tangan dingin Hilman, RSUD Kabupaten Sumedang tumbuh dan berkembang layaknya rumah sakit modern. “Pendekatan saya adalah manajemen customer sutisfection, yakni memberikan kepuasan kepada pasien atau kepuasan pelanggan. Ditambah lagi pihak pemda kabupaten Sumedang juga turut mendukung, jika rumah sakit ini membutuhkan dana, dengan memberikan rekomendasi pinjaman modal ke bank, dan pemda sebagai bumper. Selama kita mampu mengkomunikasikan kepada atasan, pasti jalan dan sukses,  “paparnya.
IMG_0046 IMG_0087 IMG_0092 IMG_0137 IMG_0125 IMG_0094
Obsesi Terjun Ke Bisnis Rumah Sakit
Menurut Hilman, tentang obsesinya untuk tampil ke dunia bisnis. Dengan merendah, Hilman mengatakan, bahwa untuk menuju ke panggung bisnis, dibutuhkan keseriusan. “Obsesi untuk buat rumah sakit sendiri ada, tapi jika melihat kerumitannya, saya tidak mau ngeyel, sebab dengan mengelola klinik dan apotik saja yang seluruh pengelolaannya ditangani istri, itu saja sudah sibuk. Saya kini punya tiga klinik dan 2 apotik di Sumedang, “katanya.
Ia mengatakan, meski usahanya berkembang pesat, Hilman mengaku belum ada merencanakan untuk membuka usaha di luar Kabupaten Sumedang. “Saya tidak bisa ekspansi ke luar dulu, sebab semua itu butuh kerja keras dan disiplin yang ketat. Dan saya tidak pernah menganggap pesaing lainnya sebagai kompetitor, melainkan sebagai mitra kerja, terhadap apa yang saya kerjakan saat ini di rumah sakit umum daerah , “paparnya.
Citra pelayanan rumah sakit  yang buruk, dengan masih sering adanya rumah sakit yang menolak pasien, perlu ditinjau kembali, mengingat ini sangat merugikan buat pihak rumah sakit itu sendiri. Dengan adanya kebijakan ekonomi daerah, Hilman yakin peluang  bisnis rumah sakit akan terus tumbuh, apalagi kini juga Puskesmas telah maju, malah saat ini banyak Puskesmas yang telah memiliki USG. Padahal dulu sulit banget. Puskesmas sekarang telah banyak yang punya USG. Kini tinggal bagaimana melakukan pembinaan hal itu ke Puskesmas-puskesmas. “Pasien tidak perlu dirujuk  ke rumah sakit, cukup ditangani Puskesmas, kecuali  jika ada pasien yang harus menjalani operasi contohnya, “ungkap Hilman Taufik
Dengan rasa bahagianya Hilman mengungkapkan, bahwasannya Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang, kini telah banyak memiliki kamar operasi, sehingga tidak perlu lagi ada pasien yang harus menunggu, atau waiting list, apalagi untuk pasien yang akan menjalani operasi atau bedah. “Dulu kita ada 3 kamar operasi, kini sudah ada tujuh kamar operasi, dokternya juga sudah banyak. Jadi tidak ada lagi pasien yang harus menunggu mendapat giliran operasi. Mereka bisa bersamaan menjalani operasi. Tinggal kini bagaimana kemajuan itu tetap dipertahankan. Saya tidak pernah memposisikan sebagai direktur dengan staf dalam kinerja mengelola RSUD Kabupaten Sumedang. Sehingga mereka tidak pernah ada jarak atau segan kepada saya. Sekecil apa pun permasalahan mereka, selalu berharga buat saya. Tidak ada batasan atau skat yang membatasi saya dengan bawahan, “papar mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang ini. Ia menambahkan, dengan banyak bantuan pemerintah dalam memberikan tambahan pembangunan gedung, memungkinkan RSUD Kabupaten Sumedang, perlahan-lahan mulai diperhitungkan banyak pasien di luar Sumedang. “Saya yakin suatu saat nanti RSUD Kabupaten Sumedang akan jadi pilihan prioritas masyarakat, makanya saya bangun terus gedung, selebihnya saya buat rencana lain di masyarakat. “Jaringan komunikai harus dibangun, kalau tidak sulit untuk berjalan, dan itu harus kita lengkapi, “ujarnya.

Masa Kecil
Masa kecil, lahir di pegunungan Garut. Selesai SPMA, orangtua bertugas diperkebunan teh. “Masa kecil saya di perkebunan teh. SMPN 1  pindah di garut kota, dan  saat SMA di bandung, lulus dari SMAN 3 Bandung, saya mendaftar di Fakultas Kedokteran di Universitas Padjajaran, ungkapnya. Tugas pertama saya di pegunungan, di Puskesmas Cibugel selama 3,5 tahun.
Selama 3 tahun atau tepatnya 2007, menjadi Kepala dinas kesehatan, 2009 baru pindah ke rumah sakit. “Saya enam bersaudara, tiga perempuan dan 3 laki-laki. Saya punya cita-cita untuk jadi dokter bedah. Sayangnya saat lulus kuliah di kedokteran, saya terlena mengurus pasien di puskesmas.  saya terlena dengan praktik. Hampir pagi dan sore, pasiennya banyak hampir setiap hari itu ada  kurang lebih 150 pasien. Ini menjadi kepuasan sendiri buat saya sudah dipercaya masyarakat.
Melanjutkan kuliah ke klinis sudah tidak bisa, karena faktor  usia tidak boleh. Saya pilih kuliah S-2 manajemen kesehatan.  “Kalau semua jadi spesialis bagaimana, ngak ada yg mengaturnya”. Masa kecil saya seperti pada umumnya anak-anak pada usia saat itu, yakni main layangan, klereng, main bola. Ditambahkan, ibu saya orang garut, dan bapak Tasikmalaya. Kini orangtua tinggal  di Bandung.
Sedangkan pola asuh orangtua terhadap saya, mereka fleksibel. Kadang keras, kadang juga lembut, dan itu tertanam di saya. “Wejangan orangtua, ingin jadi dokter, orangtua sangat mendukung. “Fakutaltas Kedokteran Unpad, anak saya juga kini semester enam, dan yang nomor dua kelas satu SMP. Dahulu secara finansial orangtua saya berkecukupan.”
Filosofi Hilman,  tidak perlu neko-neko seperti air mengalir. Punya tujuan yang jelas. Tujuan hidupnya, kalau melaksanakan amanah sesuai aturan yang selesai dan bisa berkiprah dengan bidang lain sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hilman ingat saat punya cita-cita ingin menjadi dokter, berawal dari saat masih kecil, di sunat di rumah sakit. Ayah saya bawa ke rumah sakit. Terobsesi untuk menjadi dokter, karena saya yakin bergerak di bidang kesehatan bisa langsung dirasakan manfaatnya. “Saya sepertinya sudah tertempa, istri sangat mendukung.
Sebelum menikah, mendapat tugas praktik ke pegunungan,  belum ada listrik. Ada yang minta tolong, pakai motor jauh banget, keluar rumah jam 3 sore, pulang jam 6 pagi. Banyak pertimbangan,  saya tungguin. Rumah dinas disediakan, ada gaji, ada tunjangan. “Saya menikmati, kepuasaan. Seharusnya betul-betul mengabdi. “
Visi dan misi pribadi saya, ungkap Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan 11 April Sumedang ini yaitu ingin mengajak teman sejawat untuk meningkatkan profesionalisme, kompetensi, mengembangkan ilmu pengetahuan masyarakat, kedokteran berkelanjutan. Membantu menciptakan ketrampilan dan skill. Ketemu istri saat tingkat dua, istri baru masuk kuliah. Dulu almamater SMA satu komplek gedung, pacaran 7 tahun. Selesai kuliah baru menikah. Istri ambil jurusan perbankan. Pulang kampung buka Klinik, apotik, pusat kebugaran/fitnes, senam, dan penyuluhan kesehatan , istri saya yang kelola.
Handphone saya 24 jam.  Menanggapi soal terjun ke panggung politik, Hilman mengatakan, tidak ada obsesi khusus. Keluarga sendiri sebenarnya mendorong untuk ikut pilkada bupati. Tapi berat sepertinya. Apalagi saya juga  tidak suka politik. Sudah banyak yang ngelamar dari parpol, tapi saya merasa  belum tiba saatnya. “Kita mengukur aja, introspeksi. Itu relatif kalau bicara pantas. Sedangkan harapan pribadi, konsep reformasi birokrasi bisa secara utuh dilaksanakan. “Profesionalisme kalau itu bisa dilaksanakan mudah untuk mengerakan masyarakat.”
Kini yang harus dibangun, adalah bagaimana pemahaman  pembangunan kesehatan menjadi tanggungjawab bersama, seperti  pemerintah, masyarakat dan swasta. “Yang saya potret di era kini, masih adanya  kesenjangan yang  jauh antara Indonesia Timur dan Barat, belum ada kepercayaan yang seratus persen terhadap kesehatan masyarakat. Budaya, struktur, kearifan budaya,  otonomi daerah. Yang paling penting itu bisa terlaksananya adalah didukung dengan sdm yang mumpuni.
Menurut Hilman, dulu di RSUD Sumedang anggaran untuk pendidikan dan pelatihan nol, bagaimana untuk meningkatkan kualitas. Jika menuntut demikian. “Yang mau meningkatkan keilmuan kita magangkan. Kita tugaskan mengikuti Workshop, seminar, di sini masih ada perawat yang berpendidikan SPK, padahal harusnya D-3. Kita sekolahkan dengan bea siswa. Sebenarnya kita ini rangking kelima di Jawa Barat sbg Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi,  pada peringatan hari ibu, ada penilaian rumah sakit sayang ibu dan bayi. Generasi sekarang jadi lebay. Terlalu banyak fasilitas, jadi daya juangnya kurang, tidak struggle”, ungkapnya. Dengan sarana dan prasarana yg lengkap bedampak kurang termotivasi untuk berdaya saingnya. Saat sma saya masih naik angkot, anak sma sekarang tidak demikian. Ke depan bagaimana untuk mengantisipasinya, globalisasi, berikan pemahaman, bisa menghadapinya, pesan saya, karena momentum generasi itu kan tidak akan datang dua kali, jadi harus punya impian dari awal, dan berupaya untuk menjadi kenyataan. Hobbi saya saat ini, bahkan sejak remaja adalah seluruh olahraga saya suka, seperti  futsal, sepakbola, bulutangkis, tenis, sepeda motor gede, sepeda  motor trail dan bersepeda.  “Intinya keseimbangan harus dijaga,  kesehatannya penting. Wisata ke pantai atau pegunungan.  Setiap tahun sekali ke Bali dan juga ke luar negeri bersama istri dan anak. Alhamdulilah itu semua berkat usaha istri saya mengembangkan kegiatan MLM besama pt KK indonesia, jadi semua kegiatan jalan2 adalah gratis, bonus dari perusahaan

hilman keluarga
KESAN KELUARGA
Winny Novianti, istri dokter Hilman
Wanita  berpendidikan sarjana ekonomi, jurusan manajemen perbankan, 27 November 1965,  ini mengatakan, sebagai  ibu rumah tangga, ia patuh saja untuk mengikuti   suami pergi tugas  dokter ke mana saja. “Suami saya melarang bekerja, mengingat suami bekerja langsung ke daerah  Sumedang,  atau tepatnya di daerah Pegunungan. Menurut Winny Novianti, perkenalannya dengan suaminya dokter Hilman, terjadi saat Sekolah Menengah Atas, kebetulan saat itu sekolahnya satu lingkungan atau komplek, hanya berbeda sekolahnya.  “Kenal suami dari sma, satu lingkungan atau satu komplek, suami di SMAN 3, sedangkan saya di SMAN 9.
Setahun setelah selesai kuliah. Dengan berjalannya waktu, saya menikah kemudian melahirkan anak pertama saat suami tugas di pegunungan. Anak kedua lahir ketika suami sudah di dinas kesehatan. Selanjutnya saat punya waktu  dikota, saya bisa menyalurkan hobi dan kesibukan. Suami di kota, kita buka usaha, karena waktu itu saya merengek untuk bekerja, dan  suami menantang untuk buka usaha sebuah klinik. “Katanya kalau berhasil hebat, bonusnya saya dikerjain siang dan malam. Karena ada kesempatan, usaha selanjutnya kami kembangkan tahun 2000 ke Jatinangor.
Kita mengelola tiga klinik, dua apotik, fitnes dan klinik kecantikan ditambah bisnis MLM. Kendala belum. Punya usaha bidang apa pun. Butuh kerja keras untuk memelihara usaha ini agar  berkembang, perlu waktu yang banyak, termasuk rekrutmen pegawai. “Syukurnya saya punya karyawan yang mempunyai loyalitas mumpuni. Sehingga ngga ada kendala yang besar. Saya ikut membantu PKK dan Dharma Wanita di Kabupaten.”
Masukan untuk generasi muda, khususnya wanita, jangan berpikir kita tidak mampu, yang penting ada kemauan, dan tekuni jangan setengah-tengah, dan target yang pasti. Jalankan dengan benar dan baik, dan jangan pelit terhadap karyawan atau siapa pun. Dimatanya suaminya adalah  sosok suami yang hebat. Suami saya itu di rumah figur semua orang, saya dan anak. Suami tidak pernah mengeluh, senyum dan tegas. Saya sebagai istri bangga sekali. Dia punya masalah, seperti tidak punya masalah, meski sebenarnya ada masalah. Karier suami dan saya, doa ibu dan mertua. Apa pun kalau ada masalah kita selalu meminta doa kepada orangtua.
Masalah kesehatan suami, saya perhatikan masalah makanannya. Sedangkan kelemahan suami saya yakni suka lupa makan. Makanya saya suka telpon. Sosok bapak, pintar, berkumis dan punya istri yang baik. Seorang istri berharap suami sehat, amanah dan dicintai orang-orang disekitarnya. Harapan sudah terpenuhi semua. “Kita berharap anak-anak bisa mencontoh bapaknya, yang amanah dan anak yang sholeh. Sosok hilman sebagai seorang ayah, hebat. Anaknya mengidolakan ayahnya menjadi dokter. Pesan saya, suami panjang umur dan barokah untuk orang-orang sekitar.

Ibu Hajjah Sofiah Hidayat/Orangtua
dokter Hilman Taufik Wijaya
Menurut Hajjah Sofiah Hidayat, anaknya sholeh, pintar dan taat agama. Ia adalah anak yang pintar, dan selalu rangking satu terus saat sekolah dasar  hingga sekolah menengah atas. Saat mengandung hilman, minta laki-laki, lahir pakai bidan. Suami mengikuti kelahiran anaknya. Masa kecil hilman, laki-laki biasa, jatuh naik sepeda. Belajar sepeda jatuh. Soal pendidikan cerdas, cucu juga cerdas.
Cucu 13 dari 6 anak bersaudara. Mereka sukses semua. Baik pandangannya, dekat dengan anak-anak. Sebagai anak tertua, hilman terhadap adik-adiknya, sangat dekat sekali, saya selalu yang pertama menolong. “Saya punya anak enam semuanya sholeh. Alhamdulillah.  Pesan ibu kepada hilman, pesan saya hilman sehat, panjang umur.  Suami saya belum bisa beli apa-apa kesejahteraan, hilman selalu berkorban, tapi jika ada rezeki, hilman selalu minta diberikan lebih untuknya, “ungkapnya.

Tini Sofiatin/adik kedua Hilman
Lahir, 26 desember 1964, Tini mengaku kegiatannya bergerak di bidang perumahan. “Saya lulusan sarjana hukum, saya tidak tertarik dengan notaris, saya membebaskan lahan. Suami di pertanian,  anak dua,  di lembang pertaniannya. “Di mata saya, hilman jarang bicara. Saat papa di perkebunan, di tarik ke direksi, saya ditinggal di garut, karena tanggung sekolahnya. Kakak saya jarang ngomong, apalagi curhat, sekalinya dimintai pendapat, mantap, “ujarnya.
Karakter kakak, orangnya bertanggungjawab, ke adik2 perhatian, termasuk kepada ayah saya, gila kerja, seperti ayahnya. Kerasa kalau ada acara pertemuan keluarga, kakak suka lama datang bekerja. Terasa sekali sama adik-adiknya. Pesan untuk kakak, kesehatan dijaga. Kakak harus lebih dalam segala hal, karier dan iman islamnya lebih.