Tag: berdiri

Dessy Arnas

No Comments

Runway Indonesia – Personality School

Mengajar Pengembangan Diri Sebagai Passion Kehidupan

Setelah menjalani rutinitas pekerjaan selama bertahun-tahun, adakalanya kejenuhan menghinggapi seseorang. Apalagi kalau selama menekuni pekerjaan dilakukan dengan penuh semangat, hingga lupa diri dalam bekerja dan tanpa terasa karier sudah tidak bisa meningkat lagi.

Kondisi seperti ini hanya bisa disikapi dengan menetapkan tiga pilihan. Pertama menyerah terhadap tuntutan pekerjaan sampai memasuki masa pensiun dan menikmati segala konsekuensinya. Kedua melepaskan diri dari seluruh aktivitas pekerjaan untuk menikmati istirahat. Sedangkan ketiga adalah menciptakan tantangan baru sehingga menumbuhkan semangat untuk terus berkembang.

“Saya merasa lelah setelah dua belas tahun bekerja pada sekolah pengembangan diri internasional. Setelah karier dirasa mentok, saya berpikir untuk berdiri sendiri. Apalagi saya ditegur Allah dengan sakit yang cukup keras karena bekerja terlalu ngoyo. Saya kemudian memutuskan untuk istirahat setelah selama bertahun-tahun agak lupa diri dalam bekerja,” kata Dessy Arnas, Runway Indonesia – Personality School.

Dessy kemudian mencari pekerjaan yang tidak terlalu menyita waktu seperti mengajar. Belajar dari pengalaman sebagai marketing yang hampir-hampir tidak memiliki waktu luang, ia mengajukan pengunduran diri dan bergabung di Runway Indonesia, April 2011. Perusahaan pengembangan diri internasional tempatnya bergabung selama 12 tahun pun ditinggalkan.

Sedangkan Runway Indonesia sendiri sebelumnya merupakan sekolah modeling dan acting sejak tahun 2007. Pendirinya Agung Saputra adalah pemilik sebuah management artis dan Nonny Chirilda yang memiliki management model. Keduanya sepakat mengembangkan sekolah yang mereka miliki menjadi personality school atau sekolah pengembangan diri, terbentuklah Runway Indonesia.

“Kemudian bergabunglah saya yang experience di sekolah pengembangan diri, personality. Di sini, saya tidak hanya sekadar mengajar yang sudah menjadi passion kehidupan saya. Tetapi saya juga membuat design program training, desain program kelas, nanti murid-muridnya bisa kita encourage agar dapat lebih mendapatkan sesuatu, begitu,” kata salah satu stakeholder Runway Indonesia ini.

Dessy telah menyusun program pengembangan diri di Runway Indonesia yang terbagi dalam tiga program, yakni program anak-anak, remaja dan dewasa. Bagi kelas dewasa diutamakan untuk mempelajari Self Improvement untuk meningkatkan kepercayaan diri. Kelas anak-anak bisa belajar percaya diri dan kemandirian sehingga terlepas dari ketergantungan pada ibunya, suster dan lain-lain. Sementara kelas remaja -masa transisi yang kritis dan harus diwaspadai- sehingga harus diberikan wawasan agar tidak melenceng, mampu mengatur diri sendiri, manajemen waktu dan lain-lain.

“Kalau bidang entertainment, seperti model dan artis, kemudian bidang karir, semua itu kita terus kembangkan. Karena sasaran kita memang untuk kalangan anak muda, seperti program karier bagi mahasiswa untuk menyiapkan diri dalam berkarier. Seperti bagaimana mereka ‘menjual dirinya’ saat melamar pekerjaan. Karena kebanyakan perusahaan ingin karyawan yang sudah jadi. Di sini, lama pendidikan hanya dua bulan atau 12-14 pertemuan saja,” katanya.

Terbiasa Hidup Mandiri

Perempuan kelahiran 12 Desember 1972 ini mengisahkan, ketertarikannya ke dunia kerja tidak lepas dari peran sang ibu –Hj Suharti- yang seorang wanita karier. Istri H Nasrun Ismail –ayah Dessy- ini bekerja sebagai Sekretaris Kepala Telkom dan sempat melakukan tugas mengepang rambut tiga anak perempuan, menyiapkan perlengkapan satu anak laki-laki serta kebutuhan suaminya.

“Ibu bahkan masih sempat menyasak rambut sendiri, menyetir mobil ke kantor sendiri dengan sepatu hak tinggi. Kayaknya enak banget ya menjadi wanita karier. Makanya sejak sekolah saya ikut sanggar dan kegiatan lain yang menghasilkan uang. Saya terbiasa hidup mandiri meskipun kedua orang tua secara finansial tidak kekurangan. Pada semester 6, saya ikut menjadi pramugari seasonal di Garuda saat musim haji,” katanya.

Ayahnya terusik melihat “keusilan” anak ketiganya ini. Dessy pun mendapat teguran untuk memilih salah satu dengan serius, melanjutkan kuliah atau bekerja mencari uang saja. Sebagai orang yang konsekwen atas pilihannya, Dessy pun kemudian bekerja. Saat usianya menjelang 22 tahun, ia bekerja di Surabaya dan memutuskan untuk menikah satu tahun kemudian.

Sayang, saat karier Dessy sudah bagus dan mapan, suaminya dipindah tugaskan ke Banda Aceh. Dengan perasaan campur aduk antara marah, kecewa dan lain-lain, karier yang sudah dibangunnya pun ditinggalkan begitu saja. Dengan kondisi seadanya, sebagai istri ia patuh terhadap suami. Selama lima tahun (1997-2002), Dessy menjadi ibu rumah tangga seutuhnya.

“Setelah dipindahkan ke Jakarta, suami mengijinkan saya untuk kembali bekerja. Atas rekomendasi mantan atasan ditempat bekerja terdahulu, saya bekerja di cabang Jakarta perusahaan lama. Setelah lima tahun di Aceh, saya merasa seperti orang kampung. Saya sangat minder, tetapi mantan atasan saya selalu memotivasi. Dalam tiga minggu saya sudah dapat client dan bulan berikutnya sudah dapat client salah satu bank swasta terkemuka,” tuturnya.

Karier Dessy Arnas dengan cepat meroket. Hanya dalam waktu tiga tahun, ia diangkat sebagai General Manager di perusahaan tersebut. Ia menganggap perusahaan tempatnya bekerja tersebut merupakan sekolah kehidupan baginya. “Ini menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi saya untuk tetap survive hidup di Jakarta. Dan juga saya memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan karir imbuh ibu dari Rakha Aditya Afrizal dan Rania Adelia Afrizal ini.

Belajar dari perjalanan hidupnya, Dessy Arnas mengimbau generasi muda untuk tidak salah persepsi tentang emansipasi. Baginya, seorang perempuan tidak mungkin mampu mengalahkan seorang laki-laki. Bahkan dalam ajaran agama pun lelaki adalah imam, sehingga sebagai perempuan harus tunduk pada laki-laki. Perempuan-perempuan yang mempunyai potensi, seharusnya disalurkanlah ke tempat yang benar dalam waktu yang benar pula.

“Aturlah diri kita sebagai perempuan yang harus bisa berfungsi dan berguna buat orang lain. Tidak usah karier kantoran seperti sayalah, ibu rumah tangga juga sebuah karier yang sangat mulia. Saya sangat respek pada ibu rumah tangga karena saya sudah mengalaminya selama lima tahun, full time hanya dirumah” kisahnya.

Saat menjadi ibu rumah tangga, Dessy merasakan bagaimana sulitnya untuk sekadar membuat menu makanan harian. Menurutnya, perempuan boleh memiliki ambisi besar tetapi harus tetap pada porsinya dan tidak terlalu berlebihan. Ukuran yang digunakan adalah rumah tangganya sendiri, sehingga ketika berhasil mengorganisasi sebuah organisasi terkecil -yakni rumah tangga- pasti akan berhasil mengelola organisasi yang lebih besar.

“Pagar dan aturannya memang harus ada, mana yang porsi laki-laki mana yang porsi perempuan. Kalau ada yang tidak pas, kan ada kompromi yang bisa kita lakukan. Kalau sudah memutuskan berkarier, kita juga harus bertanggungjawab terhadap karier kita. Tetapi jangan melupakan tanggung jawab terhadap keluarga dan harus benar-benar bisa mempertanggungjawabkan keduanya,” imbuh pemilik motto “Never Stop to Learn” ini.

Setiap Orang Memiliki Kelebihan

Menurut Dessy, setiap orang memiliki kesempatan untuk menjadi lebih baik. Pendidikan kepribadian membantu orang untuk meningkatkan nilai tambah sehingga dalam setiap kesempatan selalu terlihat lebih bernilai dan menonjol. Meskipun demikian, kebanyakan orang menganggap bahwa pendidikan kepribadian bukanlah sesuatu yang penting.

“Tidak belajar pun juga tidak apa-apa karena sudah ada dalam diri setiap orang. Biasanya orang malah khawatir, setelah mengikuti pendidikan di sini akan menjadi jaim dan lain-lain. Tetapi kami yakinkan bahwa kita hanya men-suggest dalam segala sesuatu. Tidak cantik atau tidak ganteng tidak apa-apa tetapi tetap percaya diri. Saya ingin menularkan bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Kita berusaha membangkitkan self control yang baik sehingga kita bisa menampilkan citra positif serta potensi diri yang kita miliki,” tandas sarjana Marketing & Communication ini.

Dalam menyikapi persaingan bisnis, Dessy menanggapinya dengan wajar. Baginya, setiap institusi memiliki segmen berbeda-beda lengkap dengan kelebihan dan kekurangannya. Di Runway Indonesia dengan konsep yang baru serta para pengajar yang memiliki visi sama, ia yakin akselerasinya pun lebih kencang.

“Saya bilang kepada staf, kalau kita lari sudah tidak bisa direm. Kalau jatuh itu wajar, harus segera bangun dan lari lagi.Terjatuh dan segala kendala lain merupakan hal yang biasa dan bagian dari sekolah saya. Karena semua itu terkait dengan proses yang akan terus berkembang seiring dengan pengalaman,” kata perempuan yang menganggap stafnya sebagai adik-adiknya sendiri ini. “Kalau menegur pasti dalam jam kerja, diluar itu tidak saya lakukan,” tambahnya.

Istri Hendri Afrizal, SE, MM ini berharap agar lembaga yang dikelolanya menjadi lebih besar dan memiliki beberapa cabang. Dengan memiliki cabang di tempat lain, ia mampu berbagi dengan orang yang ingin mengembangkan diri. Ia juga berharap agar program pengembangan diri ini bisa masuk ke sekolah-sekolah. Untuk itu, pemerintah harus memiliki program terkait bagaimana seorang anak belajar soft skill, mengelola stress dan kepercayaan diri.

“Bidang saya kan di pendidikan, saya ingin sekali agar bidang ini tidak ketinggalan. Kenapa bisnis seperti ini laku, karena kita ini kurang pede seperti bangsa lain di dunia ini. Padahal, rasa percaya diri itu bisa ditumbuhkan dan dimulai dari lingkungan terkecil, keluarga. Nilai-nilai yang bisa dieksplore ya harus dikeluarkan. Kita harus konsen terhadap nilai-nilai tersebut agar kita tidak ketinggalan. Jadi sekarang bagaimana caranya untuk membangun kepercayaan diri kita dengan mengeksplore apa yang ada di dalam diri kita menjadi ‘sesuatu’ yang bisa diandalkan,” kata penyuka liburan di pantai ini.

 

 
Personality School
Wajah Baru Runway Indonesia

Selama empat tahun, Runway Indonesia sudah berhasil mencetak hampir 300 talenta yang sukses menghiasi panggung mode dan layar kaca di Tanah Air. Kini, Runway Indonesia hadir dengan wajah baru sebagai Personality School.

Runway Indonesia pertama kali hadir pada 2008 dan mengambil lokasi di Jalan Boulevard Raya-Blok CN2 No. 10, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Saat itu, program yang diperkenalkan lebih fokus pada dunia Modelling dan Acting. Para lulusan dari sekolah ini hampir mencapai 300 orang dan sebagian di antara mereka bersinar sebagai public figure yang membintangi beberapa sinetron dan film layar lebar. Selain itu, mereka juga sering dilibatkan untuk ikut berpartisipasi di ajang peragaan busana karya desainer papan atas.

Melihat perkembangan yang bagus setiap tahun, maka Founder Runway Indonesia yang terdiri atas Nonny Chirilda, Agung Saputra, dan Dessy Arnas yang masing-masing memiliki pengalaman di bidang modeling, talent management dan kepribadian ini, berupaya memberikan ruang yang lebih luas lagi kepada para talenta di Indonesia untuk mendapatkan ilmu Personality yang menjadi modal mereka lebih percaya diri dan mampu berkomunikasi secara baik dengan orang lain.

Saat ini Runway Indonesia memiliki konsep baru sebagai Personality School. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan setiap individu untuk bisa tampil menarik serta percaya diri, sehingga profesi apapun yang akan digeluti, akan berhasil dengan baik. Apakah itu di bidang entertainment, ataupun di bidang karir dan bisnis.

Program-program unggulan yang ditawarkan Runway Indonesia, meliputi Self Improvement, Career Enrichment, Proficient MC & Presenter, Runway Modelling, Professional Acting, Teens Clique, dan Kiddos.

Runway Indonesia menerima anak didik mulai dari tingkat anak-anak (4-10 tahun), remaja (11-16 tahun), dan dewasa (17 tahun ke atas). Mereka akan menerima materi pengajaran selama 14 sesi, dan bisa dilakukan setiap hari, seminggu dua kali, atau setiap Sabtu. Untuk setiap pertemuan akan dilakukan selama 2-3 jam.

Selain kelas regular, Runway Indonesia juga memiliki Corporate Training, dimana materi pelatihannya disesuaikan dengan kebutuhan dari klien atau perusahaan yang bersangkutan.

Adapun pengajar yang diberikan kepercayaan untuk berbagi ilmu Runway Indonesia adalah para praktisi yang sudah berpengalaman di bidang masing-masing. Setiap pengajar akan memberikan materi pelajaran berdasarkan tingkat usia dan kebutuhan peserta, baik itu di kelas regular atau kelas perusahaan.

Target ke depan, bahwa Runway Indonesia – Personality School dapat membantu setiap individu untuk menjadi apa yang mereka inginkan, sesuai dengan potensi yang ada didalam diri mereka. Sehingga apapun yang mereka cita-citakan dapat terwujud dengan baik.

-Run your Way to Success with Runway Indonesia-

Nyoman Wana Putra, BA

No Comments

Nyoman Wana Putra, BA
Presiden Direktur PT Taman Sari Wisata Bahari

Perintis Pengembangan Wisata Bahari di Bali

Bali dikenal sebagai tujuan wisata dunia sejak zaman dahulu kala. Keindahan panorama alam dan budaya Bali yang sangat eksotis menjadi daya tarik tersendiri. Tidak heran, di luar negeri Bali bahkan lebih terkenal dari pada Indonesia.

Eksotisme alam dan budaya Bali membuat provinsi ini dijuluki sebagai Pulau Dewata. Setiap daerah di wilayah ini menjadi sangat menarik bagi wisatawan, sehingga “apapun” yang berada di pulau ini bisa “dijual” sebagai daerah tujuan wisata. Tinggal bagaimana pengusaha dan pengelola suatu wilayah mengemasnya menjadi daerah tujuan wisata yang memikat.

“Akhir tahun 1970-an di wilayah Sanur mulai terlihat potensi dan kondisi perekonomian masyarakat semakin membaik. Penggeraknya adalah pembangunan hotel di kawasan PTDC, Nusa Dua. Dengan ekonomi Indonesia yang mulai membaik, Bali dikedepankan sebagai penyangga pariwisata dunia. Melihat peluang tersebut, saya kemudian merintis desa wisata yang memiliki potensi wisata bahari dengan kekayaan terumbu karang dan lautnya,” kata Nyoman Wana Putra, BA, Presiden Direktur PT Taman Sari Wisata Bahari.

Bersama teman-temannya, ia mengembangkan sebuah resort di pulau kecil tempat penyu mendarat dan bertelur. Selain itu, layanan bagi wisatawan untuk melakukan parasailing, snorkeling, diving dan wisata laut lainnya pun disediakan. Dengan semakin majunya perkembangan wisata di wilayah tersebut, ia harus mendatangkan instruktur dari Australia.

Dari Sanur, Nyoman Wana Putra kemudian mengembangkan tujuan wisata baru di Benoa pada tahun 1985. Lulusan ASMI Denpasar ini kemudian membuka dan mengembangkan wisata bahari di wilayah dengan pasir putih dan terumbu karang yang sangat menawan tersebut. Kekayaan alam yang ditawarkan mendapat sambutan hangat dari wisatawan asal Australia, Jepang, Taiwan dan Eropa. “Kalau wisatawan domestik masih sangat jarang. Tetapi belakangan kita juga banyak menerima wisatawan dari Arab,” tuturnya.

Melihat sepak terjang Nyoman Wana Putra yang sangat gigih dalam memperjuangkan wisata, masyarakat di sekitar Benoa memilihnya sebagai Kepala Lingkungan. Dengan mendapat kepercayaan dari masyarakat tersebut, ia terus mengembangkan desa bahari untuk kemajuan pariwisata di daerahnya. Tahun 1992, ia mendirikan PT Taman Sari Wisata Bahari yang fokus pada layanan snorkeling dan restoran.

Perkembangan usaha yang dirintis bersama teman-temannya tersebut berkembang dengan pesat. Karena kesibukannya, Nyoman Wana Putra  memutuskan untuk berhenti sebagai kepala lingkungan pada tahun 2000. Tetapi tidak hanya berhenti di situ, ia berjuang memekarkan lingkungan tempat tinggalnya menjadi satu satu kelurahan baru. Usahanya mendapat dukungan luas dari masyarakat sehingga terbentuklah kelurahan Tanjung Benoa.

“Setelah itu saya bisa konsentrasi untuk menekuni bisnis wisata bahari. Meskipun tampil apa adanya, tetapi masyarakat memilih saya sebagai Wakil Pendesa Adat. Pendesa Adat adalah ketua adat yang sejak sebelum kemerdekaan sudah ada di Bali. Tugas Pendesa Adat memacu dan mendongkrak teman-teman pengusaha untuk terus mengembangkan wisata bahari sehingga dicintai juga oleh wisatawan domestik. Usaha itu menuai hasil sehingga turis domestik tidak merasa berlibur di Bali sebelum merasakan water spot ini,” kata pria yang terpilih sebagai Pendesa Adat sejak tahun 2006 ini.

Dalam menjalankan tugas sebagai Pendesa Adat, Nyoman Wana Putra tidak hanya memacu kemajuan wisata bahari. Ia juga mengupayakan kerukunan antar umat beragama yang berada di wilayah tugasnya. Karena tidak bisa dipungkiri, dengan semakin pesatnya kemajuan wisata yang menggerakkan perekonomian, banyak berdatangan masyarakat dari wilayah lain untuk mencari pekerjaan.

Sebagai warga Bali yang egaliter dan terbuka, Nyoman Wana Putra tidak menampik kehadiran warga pendatang. Bahkan, ia merasa sangat terbantu dengan kehadiran mereka yang bekerja di sektor informal. Tidak heran, ia dan warga Bali lainnya berharap saat Lebarang tiba para pendatang tidak menghabiskan masa liburan mudiknya dengan berlama-lama di kampung halaman masing-masing.

“Wah susah kita kalau mereka tidak ada. Karena kita di sini saling bahu membahu, saling membantu tanpa melihat latar belakang agama sehingga tidak pernah terjadi gesekan. Apalagi, sejak dahulu Tanjung Benoa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh tiga agama, Islam, Hindu dan Buddha,” tegasnya.

Pada hari-hari besar keagamaan masing-masing agama, Nyoman Wana Putra selalu mengadakan koordinasi sehingga tercipta kondisi yang kondusif. Silaturahmi antara pemeluk agama yang berbeda pun tetap terjalin sehingga semua dapat hidup berdampingan secara harmonis. “Kita saling mendoakan tanpa pelecehan. Walaupun kepercayaan berbeda-beda tetapi semua tetap yakin bahwa Tuhan adalah satu. Perasaan seperti itu sudah menjadi milik masyarakat dalam kelurahan Tanjung Benoa,” tandasnya.

Tidak heran, dengan toleransi beragama yang sangat kental seperti itu, perkawinan silang antar agama pun tidak menjadi persoalan yang rumit. Pasangan yang ingin menikah mendapat kebebasan untuk memilih dan berpindah agama sesuai keyakinan masing-masing. Masyarakat tidak pernah mempermasalahkan misalnya seorang pria Islam memperistri wanita Hindu atau sebaliknya. Begitu juga dengan perkawinan antara pemeluk agama yang lain.

“Semua berdasarkan suka sama suka dan cinta-sama cinta. Kita menyadari bahwa cinta itu turun dari Tuhan dan bukan kehendak manusia. Kalau sudah suka sama suka, kita serahkan kepada mereka mau masuk agama apa saja terserah. Itu yang saya bangun di desa adat Tanjung Benoa, bersaudara antara pemeluk Hindu, Buddha dan Islam. Tahun 1970-1976 datang orang-orang dari Flores yang beragama Kristen dan bergabung bersama kami untuk bertahan hidup sampai sekarang,” katanya.

Dukungan Pemerintah Besar

Menurut Nyoman Wana Putra, pemerintah sangat mendukung pengembangan dunia pariwisata di Bali. Apalagi Bali terbukti menjadi tujuan utama wisatawan mancanegara yang mendatangkan devisa yang besar bagi negara. Selain itu, Bali juga tetap menarik bagi kunjungan wisatawan domestik yang ingin menikmati wisata bahari.

“Pemerintah sangat mendukung, terutama pemerintah Badung dan provinsi Bali. Setiap tahun, pengusaha restoran, perhotelan dan pariwisata lainnya mengikuti promosi secara langsung di tingkat nasional maupun internasional.  Kami juga berterima kasih karena stasiun TV juga banyak menayangkan obyek wisata yang kami kelola,” ungkap Ketua DPC Gahawisri (Gabungan Pengusaha Wisata Bahari) Kabupaten Badung ini.

Bantuan pemerintah daerah melalui Dinas Pariwisata Kabupaten Badung sangat dirasakan penggiat wisata bahari seperti Nyoman Wana Putra. Melalui lembaga tersebut pengusaha di bidang pariwisata mengetahui kelemahan dan kekurangan masing-masing. Terutama mengenai kekurangan dalam pelayanan yang dirasakan oleh para pengguna jasa di lapangan sehingga dapat dikoreksi untuk perbaikan. “Karena seluruh komplain dari wisatawan ditampung di dinas tersebut,” tambahnya.

Pemerintah juga sangat berperan besar dalam memulihkan kondisi pariwisata Bali pasca serangan Bom Bali I tahun 2001. Selain promosi besar-besaran, pemerintah terutama pihak keamanan mengadakan kerjasama dengan Pecalang atau petugas keamanan adat yang dimiliki setiap desa di Bali. Setelah Bom Bali II tahun 2005, sistem keamanan antara pecalang dan pihak kepolisan semakin ditingkatkan dalam mencegah dan mewaspadai terjadinya serangan teroris.

“Dari situ tercipa sebuah sistem dalam suatu taksu yaitu Taksu Bali yang disebut dengan Pengamanan Pecalang. Di mana Pecalang dilengkapi dengan perlengkapan sarana adat untuk pengamanan. Kita tidak mengadakan sweeping tetapi sidak yang terkesan lebih manusiawi. Yakni pendekatan untuk mengetahui kelengkapan data, keperluan kedatangan ke Bali dan lain-lain,” ungkapnya.

Sidak gabungan, lanjut Nyoman Wana Putra, biasanya dilakukan antara pecalang bersama pihak kepolisian. Pendatang yang jelas tujuannya diajak dan disarankan untuk mengikuti kata pepatah bahwa “di mana bumi dipijak, di situlah langit dijunjung.” Semua itu menunjukkan bahwa warga Tanjung Benoa dan Bali pada umumnya menginginkan kedamaian dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia. Secara khusus, sebagai Pendesa Adat ia memohon kepada para pendatang untuk mengikuti aturan yang disebut Awig-Awig.

“Para pendatang silakan mengais rezeki di wilayah kami, namun tolong menunjukkan identitas yang jelas untuk dicatat. Karena kami menempati wilayah Tanjung Benoa ini dengan mengedepankan kerukunan dan kedamaian. Kami secara rutin mengadakan pertemuan untuk mengevaluasi situasi dan kondisi di daerah kami. Semua perwakilan agama dihadirkan, sehingga sekecil apapun permasalahan kami selesaikan secepatnya. Apapun yang terjadi, apakah itu kematian, kelahiran, perkawinan dan lain-lain, selalu terkontrol serta terkendali,” ujarnya.

Nyoman Wana Putra menerapkan hal tersebut pada perusahaan yang didirikannya, PT Taman Sari Wisata Bahari. Dari 54 SDM yang dipekerjakannya –mulai tingkat manager sampai staf- terdiri dari orang-orang dari seluruh wilayah Indonesia dengan keragaman budaya serta keyakinan yang dianut. Dilandasi oleh kenyataan bahwa Indonesia memiliki pulau yang luar biasa banyak dengan garis pantai yang sangat panjang, memungkinkan untuk mengembangkan potensi wisata bahari lebih besar.

“Itu merupakan potensi yang sangat luar biasa dalam wisata bahari. Makanya, meskipun pendidikan mereka kurang, tetapi kami training agar menjadi bekal sebagai bahan untuk mengembangkan daerah masing-masing. Banyak di antara mereka yang sudah mampu berdiri sendiri setelah kami didik di Bali. Mereka kami didik sebagai kapten, crew driver dan lain-lain. Nah, kalau mereka mampu dan daerah asalnya memungkinkan, mereka akan mengembangkan wisata bahari di daerah sendiri. Syaratnya mereka harus memiliki niat yang baik, jujur dan berkemauan keras untuk belajar,” tegasnya.

Jangan Menjadi Kuli

Sukses mengembangkan wisata bahari, membuat Nyoman Wana Putra berharap dapat melebarkan sayap bisnisnya. Apalagi potensi wisata bahari di Indonesia dengan ribuan pulau sangat menarik untuk dijadikan obyek wisata karena tersebar di seluruh garis pantai Indonesia. Peluang untuk berkembang sangat terbuka lebar dan tidak hanya mengandalkan pulau Bali semata.

“Kita harus mengembangkan pesisir lain di Indonesia sehingga saya bisa membuka cabang di daerah lain. Bahkan kita juga bisa mengembangkan wisata bahari di seluruh Indonesia, karena Indonesia terkenal dengan laut dan terumbu karangnya. Banyak potensi wisata bahari yang bisa kita jual, kenapa kita tidak bisa kembangkan. Karena sumbangan dari pariwisata cukup besar bagi pendapatan negara,” tandasnya.

Dengan pengembangan wisata pantai di seluruh Indonesia, lanjutnya, berarti terjadi pemerataan pembangunan. Kesejahteraan tidak hanya dinikmati oleh masyarakat perkotaan tetapi juga di daerah-daerah. Dengan begitu tidak perlu terjadi masyarakat yang berbondong-bondong menjadi TKI ke luar negeri atau “merantau” ke Jakarta, yang menambah keruwetan ibukota. Majunya pariwisata daerah, juga mencegah pemindahan ibukota negara ke kota lain.

“Karena pemindahan ibukota negara ke luar Jakarta bukan solusi mengatasi permasalahan. Yang penting adalah pemerataan pembangunan sehingga tidak semua orang tertarik untuk mengadu nasib di Jakarta. Kalau di pusat hanya sekadar mencari pengetahuan atau sistem untuk dikembangkan di daerah. Bukan disikapi dengan memindahkan ibukota, kalau begitu kita mundur lagi, dari awal lagi,” ungkapnya.

Pemindahan ibukota, menurut Nyoman Wana Putra akan mengubah tatanan sejarah yang telah dibangun oleh para pendiri bangsa dengan tetesan darah, air mata dan keringat. Indonesia tidak perlu meniru Malaysia yang memindahkan ibukota negaranya, karena memiliki karakter yang berbeda. “Jangan sekali-sekali mengubah jalannya sejarah. Mungkin kita perlu duduk bersama antara pusat dan daerah agar saling memahami keinginan masing-masing,” kata ayah empat anak ini.

Semangat untuk melestarikan sejarah dan budaya sendiri, jelasnya, harus dimiliki oleh generasi muda penerus bangsa. Di tangan mereka terletak masa depan bangsa menuju Indonesia yang lebih baik. Sikap tanpa melupakan sejarah dan budaya Indonesia, generasi muda akan maju dengan karakter bangsa sendiri. Ia berpesan agar setelah memiliki menyelesaikan pendidikan dan memiliki gelar, generasi muda tidak bermimpi untuk menjadi PNS atau karyawan.

“Kembangkan potensi yang ada dalam diri masing-masing. Kalau bisa menjadi raja -meskipun kecil- jangan jadi kuli. Kita dilahirkan dan hidup bukan untuk disiksa, tetapi berdiri di atas kaki sendiri. Dahulu kita hidup di zaman kerajaan, maka kitalah yang sekarang harus berpikir untuk menjadi raja. Mari kita kembangkan apa yang bisa dilakukan dengan menjadi entrepreneur di daerah masing-masing. Pemerintah juga harus menuntun generasi muda sehingga daerah berkembang sehingga kita semua sejahtera,” tegas Nyoman Wana Putra.

PT Taman Sari Wisata Bahari
Jl Konco No 9, Tanjung Benoa, Nusa Dua, Bali
Telp: (0361) 772583
Fax: (0361) 775242
Website: www.balimarinesport.com