Tag: Karen Agustiawan

Karen Agustiawan

No Comments

The Backbone of Indonesia

Sejak pertama kali bertemu dengan Karen Agustiawan beberapa bulan lalu–waktu itu ia masih menjabat sebagai Direktur Hulu PT. Pertamina–seperti ada energi besar yang melingkupi perempuan alumni ITB angkatan 1978 ini.  Waktu itu, saya mewawancarainya untuk kepentingan penulisan buku alumni ITB78.

Dan, ketika akhirnya, nama Karen Agustiawan diumumkan menjadi Direktur Umum Pertamina, saya tidak kaget. Ia memang pantas menerima jabatan itu. Siapa Karen Agustiawan? Berikut ini sekelumit catatan saya, tentang profil sarjana Teknik Fisika ini:

Pada usia ke lima puluh tahun, Direktorat Hulu PT Pertamina (Persero) mencetak sejarah karena dipimpin seorang perempuan. Ia adalah Karen Agustiawan, alumni ITB78 jurusan Teknik Fisika. Apa keistimewaan Karen sehingga ia memperoleh kepercayaan yang begitu prestisius? Posisi ini pula kemudian yang menjembataninya untuk duduk sebagai Dirut Pertamina. Perempuan pertama yang menduduki jabatan sebagai Dirut Pertamina.

Kalangan perminyakan berpendapat bahwa “the backbone of Pertamina” adalah Direktorat Hulu. Padahal, “the backbone of Indonesia” adalah Pertamina. Nah, bayangkan betapa vital direktorat yang sekarang berfungsi sebagai sub-holding dan membawahi seluruh portofolio usaha Pertamina di sektor hulu dengan enam anak perusahaan ini. Dan, tentu saja, betapa prestisius serta strategisnya sebuah jabatan Direktur Hulu di Pertamina. Sebagai “negeri minyak”, Indonesia jelas masih sangat mengandalkan devisa dari sektor yang satu ini. Dari data statistik dapat kita baca bahwa 70% pendapatan Pertamina disumbang oleh Direktorat Hulu.

Karen Agustiawan, anak bungsu dari seorang Guru Besar Universitas Padjajaran bernama Prof. Dr. Soemiatno, tidak pernah menyangka bahwa ia akan mengemban kepercayaan begitu besar memimpin Direktorat Hulu Pertamina. Bahkan, kini sebagai Dirut Pertamina.

Karen adalah orang luar Pertamina. Ia lama berkarir di Halliburton, sebuah perusahaan migas multinasional. Karen menjadi orang dalam Pertamina ketika ia diminta menjadi staf Ahli Dirut Pertamina. Jika kemudian Karen naik menjadi Direktur Hulu –sebelum menjadi Dirut– itu karena nama-nama yang sempat diplot untuk menduduki jabatan Direktur Hulu tak lolos ‘verifikasi’. Alhasil, otomatis Karen ‘naik’ sebagai Direktur Hulu. Memang, Karen pernah dilamar untuk posisi ini. Alasannya, Pertamina butuh penyegaran. Latar belakang Karen yang punya reputasi bagus di beberapa perusahaan perminyakan dunia seperti Mobil Oil dan Halliburton dianggap memadai untuk membawa atmosfer baru di Pertamina. Toh, secara halus, Karen sempat menolak. “Akan lebih efektif jika saya berada di level eksekusi untuk membantu Direktur Hulu,” begitu kata Karen kepada para petinggi Pertamina.

Toh, garis tangan berkata lain. Karena fakta menunjukkan bahwa akhirnya Karen lah yang menduduki kursi itu. “Nothing special, it just happened, karena nama-nama yang dijagokan kurang memenuhi kriteria yang diinginkan,” ungkap ibu tiga orang putra ini, yang mengaku bukan tipe pribadi ambisius dalam meniti karir.

***

Pada awalnya Karen remaja sebenarnya bercita-cita ingin menjadi arsitek. Sama sekali tak terbayang ia akan sukses meniti karir di dunia perminyakan.

Sayangnya, pas menjelang akhir SMA, saya baru sadar tidak mahir menggambar. Padahal, jadi arsitek itu harus piawai menggambar,” ucap “Kartini” yang hobi bermain piano ini. Maka, ketika berhasil lolos masuk ITB, ia pun menjatuhkan pilihan di jurusan Teknik Fisika.

Lulus dari ITB pada 1983, Karen sempat ingin bergabung dengan BPPT karena ketika itu sedang dibuka keran beasiswa. Namun, lantaran sang suami sudah bekerja di BPPT, Karen memilih untuk berkarir di dunia swasta. Dunia migas pun menjadi pilihannya.

Siapa yang tak ingin masuk ke dunia ini, apalagi ketika itu sedang booming,” kenang Karen bernostalgia. Karen pun melamar ke Arco dan Mobil Oil. Di kedua perusahaan bergengsi itu ia diterima. Tapi, Karen lebih memilih Mobil Oil. Selama empat tahun, Karen mengawali karir sebagai sistem analis dan manajemen data. Berprestasi kinclong, Karen dikirim ke Dallas, lagi-lagi di bidang yang sama yakni sebagai programmer dan sistem analis, serta komputasi eksplorasi. Pengalamannya berkutat dengan data ini, kelak, menjadi bekal bagi Karen memimpin Direktorat Hulu Pertamina. Di Dallas, ia bermukim hingga empat tahun. “Operasional akan menjadi efektif jika didukung oleh data yang lengkap dan akurat,” tegasnya.

Karen sempat vakum dari dunia kerja karena melahirkan anak ketiga. Akhirnya, dengan dalih ingin lebih punya waktu untuk keluarga, Karen mundur dari Mobil Oil. Selanjutnya ia bergabung dengan Landmark Concurrent Solusi Indonesia, sebuah anak perusahaan Halliburton. Di Landmark, Karen membangun berbagai sistem informasi manajemen terpadu untuk beberapa stakeholders perminyakan terkemuka, seperti ExxonMobil, Pertamina, dan BPMIGAS.

Lagi-lagi, kinerja Karen dianggap cemerlang. Halliburton pun menariknya. Posnya di Halliburton bukan pos kacangan. Ia menjadi juru lobi Halliburton untuk menjalin kemitraan dan relasi dengan berbagai stakeholders papan atas bidang perminyakan, seperti Menteri ESDM, Pertamina, BPMIGAS, dan berbagai institusi di dunia migas.

Sejak itu, nama Karen mulai dilirik Pertamina. Oleh karena itu, ketika Pertamina mulai menggelorakan semangat pembaruan, Karen diminta untuk menjadi Staf Ahli Dirut Pertamina untuk Bidang Hulu. Dari sinilah, pintu masuk Karen untuk menjadi Direktur Hulu mulai terbuka, yang kemudian mengantarkannya sebagai Dirut Pertamina.

***

Eksistensi Karen sebagai perempuan pertama dan “orang luar” Pertamina yang menduduki pos jabatan direksi, jelas, bukannya tanpa resistensi. Sebagai individu berwatak disiplin, buah dari perpaduan didikan keluarga dan pengalaman berkarir di perusahaan multinasional, Karen membawa atmosfer baru di Pertamina. Semasa, menjabat sebagai orang nomor satu di Direktorat Hulu., ia tak segan keluar masuk ruang operasional, sesuatu yang sebelumnya sangat jarang dilakukan. “Saya ingin mengetahui fakta di lapangan langsung dari ujung tombak,” tegas perempuan yang selalu tampil energik dan pernah mendapat penghargaan khusus dari Country Manager Halliburton Indonesia atas kontribusi luar biasa yang diberikannya kepada Halliburton.

Bahkan, demi menjaga budaya transparansi di direktorat yang kini dipimpinnya, Karen membuka keran direct sms dan direct email untuk menampung laporan dari para jajarannya. “Pintu kantor saya selalu terbuka untuk kalian,” katanya kepada segenap jajaran di Direktorat Hulu. Selain terkenal disiplin, Karen juga terkenal sebagai individu yang tidak mau berkompromi dengan perilaku korupsi. “Siapapun yang berani korupsi akan saya tindak. Tanpa pandang bulu,” imbuh Karen langsung tanpa bermetafora.

Rupanya, atmosfer baru semacam ini membuat banyak orang terkejut. Selain itu, Karen mulai memberi tempat pada generasi muda Pertamina yang ia anggap brilian dan mampu.

Karena itu, resistensi terhadap diri saya sempat semakin kencang,” akunya mengevaluasi keadaan di lingkup internal.

Toh, Karen bergeming. Buktinya, warna baru yang digelorakannya itu berbuah hasil. Masuknya Karen ke Pertamina menciptakan opini positif di kalangan perminyakan internasional bahwa Pertamina sudah berubah. Perusahaan-perusahaan minyak asing besar, yang selama ini belum menjadi mitra Pertamina, mulai membuka peluang menawarkan kerjasama. Salah satunya, Petrobras dari Brazil. Bahkan, perusahaan minyak, yang terkenal sebagai salah satu dari sedikit pemilik teknologi terdepan dalam bidang eksplorasi lepas pantai, khususnya di laut dalam, ini menawarkan bantuan teknis berupa alih teknologi bagi para teknisi Pertamina. “Kelak, ketika Pertamina dan Petrobras sudah menjalin joint cooperation, teknisi kalian sudah siap,” papar Karen menirukan ucapan seorang petinggi Petrobras.

***

Sekilas, Karen memang tampak seperti wanita bertangan besi. “Ah, tidak juga. Saya tetap Karen yang dulu,” kilah perempuan kelahiran 19 Oktober 1958, yang hobi mengoleksi lukisan ini. Tapi, pernyataan itu benar adanya.

Bagaimanapun, Karen tetaplah seorang Ibu yang ingin selalu dekat dengan anak-anaknya. Lantaran itu, ia menolak untuk tinggal di rumah dinas. “Rumah dinas identik dengan kantor kedua bagi saya. Saya tidak ingin anak-anak kehilangan atmosfer rumah yang hommy,” tambah Karen, yang semasa di ITB pernah menjadi vokalis band dangdut sekaligus menjuarai lomba menyanyi dangdut yang diselenggarakan FTI ITB.

Ya, begitulah Karen, seorang wanita berbintang Libra, yang meski kini memimpin salah satu Direktorat penting di perusahaan yang dijuluki “the backbone of Indonesia” tetap menjadi ibu yang hangat bagi anak-anaknya